Senin, 10 Desember 2012

GREEN ECONOMY (EKONOMI HIJAU)

           Green economy atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut ekonomi hijau adalah ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial tanpa mengganggu ekosistem alam. tentu saja green ekonomi dibutuhkan di negara kita yang kaya dengan sumber daya alamnya. Posisi Indonesia sangat unik dalam konteksgreen economy. Satu, kekayaan sumber daya alam yaitu biodiversity(keragaman hayati) kita sangat besar. Kedua, kekuatan ekonomi kitadengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga Indonesia sebenarnya mempunyai power. Istilahnya di Amerika adalah too big to fall, terlalu besar untuk jatuh. Jadi Indonesia bisa semacamlaboratorium percobaan untuk tes green economy. Kalau Indonesia berhasil maka menjadi the best choice yang bisa dilakukan di beberapa negara
           Kalau dikatakan green economy sebagai paradigma baru sebetulnya tidak juga karena itu merupakan revitalisasi dari yang sudah dicetuskan para pendahulu pemikir ekonom jauh sebelum 1960-an. Green economy muncul kembali pada 1970 ketika ada gerakan lingkungan yang membuat orang menggali kembali karyanya. Istilah tersebut dimunculkan kembali oleh ekonom dari Rumania Nicholas Georgescu Roegen yang pada 1970 mengeluarkan buku Magnum Opus (maha karya) berjudul The�@Entropy�@Law and the�@Economic�@Process. Jadi, sebenarnya ekonomi ini tidak lepas dari hukum-hukum termodinamika atau hukum-hukum alam.
         Dulu, kita membangun sesuatu hanya dengan memikirkan dua modal: modal manusia dan modal buatan. Sekarang ada modal dari alam dan juga modal sosial. Modal alam, dalam konteks green economy, bukan hanya sebagai suatu hasil tapi juga input dan proses sehingga kalau sampai alam ini tidak bisa menyuplai maka otomatis ekonomi juga tidak bisa tumbuh. Pebisnis Amerika mengatakan, "There is no business to be done on the death planet." Jadi kalau planet juga mati, maka apa yang dapat kita lakukan.
         Pola hidup masyarakat modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti membuahkan perbaikan ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebut saja, meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies dan keanekaragaman hayati. Di samping itu adalah ketimpangan rata-rata pendapatan penduduk negara kaya dengan negara miskin.
Konsep ekonomi hijau diharapkan menjadi jalan keluar. Menjadi jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam. Tentunya konsep ekonomi hijau baru akan membuahkan hasil jika kita mau mengubah perilaku.
Kesimpulan : Konsep Ekonomi hijau di harapkan bisa menjadi jalan keluar atau menjadi jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam.

Rabu, 07 November 2012

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Atas Properti

Bidang properti menurut PP No. 13/2010, terdapat juga Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNPB yang sebenarnya berlaku pada Badan Pertanahan Nasional untuk hal sebagai berikut:
a. Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali, dihitung berdasarkan rumus: T = (2‰ x Nilai Tanah) + Rp100.000,00;
b. Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah, dihitung berdasarkan rumus: T = (1‰ x Nilai Tanah) + Rp 50.000,00

Analisa : jadi pendapatan negara bukan hanya terdapat dari pajak tetapi ada juga penerimaan negara bukan pajakl atas properti menurut PP No 13/2010.

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/09/20/penerimaan-negara-bukan-pajak-pnbp-atas-properti/

SUATU RINGKASAN MENGENAI PERIODISASI PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM ERA ORDE BARU

Era Orde Baru dimulai setelah adanya pernyataan kemunduran presiden Soekarno dari tahta kepemimpinan yang di tandai pula dengan berakhirnya Era Orde Lama pada tahu 1965. Pada awal Era Orde Baru yang di motori oleh Soeharto sebagai presiden RI yang kedua tersebut mengambil langkah kebijakan awal yang cukup yang jauh berbeda dengan kebijakan Orde Lama yaitu meliputi tiga kebijakan diantaranya; Mengembalikan ekonomi pasar, Memperhatikan Sektor Ekonomi, dan Merangkul Barat. Kebijakan Politik Bebas Aktif telah mampu membawa bangsa ini ke kancah politik dunia baik ke Barat dengan tanpa meninggalkan Timur. Pada awal Orde Baru dilakukanlah suatu Rehabilitasi ekonomi sehingga pada waktu itu belum terasa adanya suatu pembangunan yang signifikan. Akan tetapi, sebuah program Pembangunan Lima Tahun telah di canangkan sebagai rencana pembangunan lima tahunan dalam stabilisasi ekonomi bangsa. Dari kebijakan itulah defisit anggaran bisa teratasi dan Indonesia pun mulai menjalin kerjasama dengan IMF dan Bank Dunia lagi. Dalam suatu kebijakan lainnya yaitu kebijakan uang ketat, liberalisasi perdagangan dan investasi, munculnya UU PMA, dan lainnya.
Pada langkah awal pembangunannya, Soeharto lebih berorientasikan disektor pertanian hingga tahun 1970-an dengan tidak meninggalkan sektor pertambangan dan minyak. Hingga akhirnya, pendapatan Negara meningkat US$0,6 milyar pada tahun 1973 menjadi US$10,6 milyar pada tahun 1980. Bahkan pada waktu itu, bangsa Indonesia telah mencapai Swasembada pangan. Penerimaan negara yang tinggi diimbangi pula dengan peredaran uang yang tinggi sehingga terjadi inflasi yang tinggi karena sektor moneter tak mampu menyerap setiap peningkatan likuiditas. Oleh karena itu, pemerintah mempercepat pertubumhan industri. Kebijakan utang ketat pun dijalankan sebelumnya oleh karena itu pada waktu harga minyak dunia turun, kebijakan itu terasa membantu.
Pada tahun-tahun berikutnya, para konglmerat mulai menguasai sektor ekonomi sehinggan GNP pada waktu itu hanya berputar di kalangan konlomerat saja. Suatu kesenjangan sosial mulai nampak dikalangan masyarakat hingga tahun 90-an.
Pada akhir Orde Baru, yang ditandai dengan maraknya konglomerasi sektor ekonomi, praktek KKN dimana – mana, lilitan utang luar negeri yang menggunung, dan masalah politik lainnya menyebabkan keadaan perekonomian dan sosial Bangsa Indonesia mengalami suatu krisis multidimensi, tak jarang penjarahan dan kerusuhan diberbagai pelosok Indonesia terjadi. Inflasi pun meingkat ke level Hyper inflation sehingga Rupiah pada waktu itu turun drastis dari nilai Dollar. Puncak dari krisis sekitar pun terjadi, sehingga banyak aksi Mahasiswa dan Ormas Berunjuk rasa menuntut Reformasi dan akhirnya pada bulan Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari tampuk kepemimpinannya dengan meninggalkan suatu jejak krisis di segala bidang dan keadaan perekonomian yang carut-marut dalam cengkraman IMF.

Analisis : semenjak berakhirnya orde lama dan menjadi awal orde baru Indonesia mengambil 3 kebijakan yaitu Mengembalikan ekonomi pasar, Memperhatikan Sektor Ekonomi, dan Merangkul Barat. Sebuah program Pembangunan Lima Tahun telah di canangkan sebagai rencana pembangunan lima tahunan dalam stabilisasi ekonomi bangsa. Dari kebijakan itulah defisit anggaran bisa teratasi dan Indonesia pun mulai menjalin kerjasama dengan IMF dan Bank Dunia lagi.

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2011/06/25/suatu-ringkasan-mengenai-periodisasi-perekonomian-indonesia-dalam-era-orde-baru/

Teknik akuntansi sektor publik

  1. 1.         Akuntansi anggaran
Menyajikan jumlah yg dianggarkan dg jumlah aktual dan dicatat secara berpasangan. Banyak digunakan organisasi sektor publik, format akuntansi operasi sejajar dg anggarannya.
Jumlah belanja yg dianggarkan dikreditkn thd akun yang sesuai, jika belanja direalisasikan, akun tsb dikreditkan. Tehnik ini dapat membandingkan secara sistematik dan kontinyu jumlah anggaran dengan realisasinya.
Tujuan utamanya menekankan peran anggaran dalam siklus pengendalian, perencanaan, dan akuntabilitas. Jika ada variance dilakukan tindakan koreksi, lebih menekankan bentuk akun daripada isi akun itu sendiri.
  1. 2.         Akuntansi komitmen
Mengakui transaksi dan mencatatnya pada saat order dikeluarkan. Terkadang hanya menjadi subsistem dari akuntansi utama organisasi. Tujuanpengendalian anggaran.
  1. 3.         Akuntansi dana
Memerlakukan suatu unit kerja sbg  entitas akuntansi dan entitas anggaran yang berdiri sendiri. Sistem akuntansi dana dibuat untuk memastikan bahwa uang publik dibelanjakan untuk tujuan yang ditetapkan. Dana dapat dikeluarkan jika ada otorisasi dari legislatif/eksekutif.

Analisa : Jadi teknik akuntansi sektor publik di bagi menjadi 3 yaitu akuntansi anggaran, akuntansi komitmen dan akuntansi dana..

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2011/11/01/teknik-akuntansi-sektor-publik/

Permasalahan Pengendalian Internal

Pada akhir tahun fiskal 1982, auditor pada perusahaan manufactur terbesar dihubungkan oleh suatu perhitungan fisik atas suatu persediaan pada setiap distribusi perusahaan di gudang. Pada salah satu gudang, mereka menemukan bahwa kuantitas secara aktual pada salinan kertas yang ada ditangan kira-kira kurang dari $120,000 lebih rendah dari yang ditunjukan oleh catatan persediaan perpetual. Sejak kehilangan persediaan tersebut tidak dapat ditemukan, perusahaan terpaksa untuk mengambil unexpected write-off pada pernyataan atas laporan keuangan tahun 1982.
Staaf internal audit perusahaan tersebut untukmenginvestigasi masalah tersebut. Auditor internal menyatakan bahwa kehulangan persediaan tersebut jelas-jelas dicuri dan mereka sanggup untuk mengusut list dari orang-orang yang menjadi tersangka pencurian kertas suplai. Kasus tersebut akhirnya terpecahkan ketika salah satu mandor bagian produksi mengakui setelah mereka dihadapkan oleh suatu bukti. Dia mengakui bahwa dia mencuri persediaan tersebut dibantu oleh salah satu supir/staf truk perusahaan. Pencurian tersebut dilakukan dengan pintar yaitu dengan memuat kotak kertas tambahan untuk sebagian dimuat dalam truk pick up. Supir truk kemudian menjualnya dan keuntungannya dibagi dengan bagian gudang tersebut. Bagian gudang mengakui bahwa skema tersebut telah berjalan selama beberapa tahun tapi hal tersebut dilakukan dengan skala lebih besar di tahun 1982 karena peningkatan kebutuhan hidup pada waktu tersebut.

Case 2: Manipulasi Data
Pada tahun 1979, perusahaan sangat bangga atas kemantapan dan kekonsistenan dari peningkatan pertumbuhan laba yang melewati 10 tahun periode pengungkapan bahwa ternyata sebagian manajer dari suatu divisi perusahaan telah bersekongkol untuk mentransfer pendapatan merekan diantara tahun fiskal. Skema transfer pendapatan tersebut dimulai pada tahun 1974 ketika beberapa manajer mencari keuntungan untuk menghindari melebihkan rasio keuntungan yang dibatasi gaji dan pengendalian harga yang memiliki efek dalam waktu tersebut. Akan tetapi, skema tersebut dijalankan ketika setelah gaji dan pengendalian harga kadaluarsa  karena manajer menemukan bahwa mereka akan sanggup menemukan keuntungan laporan tahunan seperti yang ditargetkan.
Manajer dengan leluasa mentansfer pendapatan, menjumlah jutaan dollar, melewati beberapa prosedur, termasuk:
  • Melebihkan pembayaran terhadap vendor dan menerima rabat pada tahun selanjutnya.
  • Memohon dan membebankan invoice atas jasa yang tidak akan dibuat sampai dengan periode selanjutnya.
  • Menggelembungkan secara akrual atas program insentif harga pokok penjualan dan pengapalan.
  • Mencatat lebih rendah persediaan bahan baku untuk mengantisipasi penurunan harga.
  • Memundurkan tanggal dokumen pengapalan.
  • Membiarkan mencatat kredit vendor berdasarkan ketepatan waktu.
Pada tim investigasi pihak luar menyompulkan bahwa sebagian kondisi khusus yang khusus dalam perusahaan tesebut kemungkinan dihasilkan dari eksistensi dan keberlangsungan praktek transfer pendapatan. Salah satu yang dapat dirasa yaitu adanya kesenjangan komunikasi antara kepala perusahaan dan divisi operasi. Perusahaan sangat terdesentralisasi dan, yang paling penting, bagian akuntan dan keuangan dari divisi tersebut ialah satu-satunya yang bertanggung jawab kepada kepala eksekutif dari divisi yang mereka junjung tinggi. Hal tersebut berarti adanya kontak kecil yang sangan relatif antara staf keuangan divisi dan kepala pimpinan divisi tersebut. Faktor keduanya bahwa organisasi dioperasikan dibawah filosofi meritokrasi; bahwa hal tersebut dirasa kuat untuk seseorang yang  menghasilkan  keinginan suatu seseorang untuk mendapatkan imbalan jasa. Akan tetapi kepala perusahaan kadang-kadang malah mengeluarkan perintah dan menempatkan standar keuangan tanpa adanya suatu anggapan atas apa yang dihasilkan secara lengkap mungkin. Hal tersebut sering kali menempatkan manajer operasi dibawah tekanan pertimbangan. Faktor ketiga ialah manajerial perusahaan melakukan perencanaan insentif. Perencanaan tersebut sangat baik sekali, penghargaan dengan mempromosikan sampai dengan 40% dari gaji, akan tetapi hal tersebut hanya menekankan secara jangka pendek (satu tahun) hasil operasi. Hal ini juga sangat membatasi level atas pada ambang batas tidak ada bonus yang dibayarkan lebih besar dibandingkan target yang sebelumnya ditetapkan. Para investigatosr merasa sebaian dari faktor tersebut telah meningkatkan doronga terhadap manajer untuk mentransfer pendapatan diantara periode.
Hal diatas terlihat seperti permasalahan manajemen yang berbeda, yang satu tentang permasalahan aset perusahaan dan yang satunya tentang distorsi informasi fital sumberdaya perusahaan, keduanya dihasilkan dari kegagalan atas apa yang kita ketahui tentang sistem pengendalian internal dalam suatu perusahaan. Dalam bab ini kita akan bahas mengenai pengendalian internal, bagaimana pengendalian internal yang efektif, dan mengapa pengendalian internal harus diadaptasi dalam karakteristik berbeda untuk organisasi yang berbeda pula.

Analisa :
Dalam membangun dan memelihara efektifitas sistem pengendalian internal adalah suatu tanggung jawab yang penting dari manajemen, tetapi istilah “pengendalian internal” sering di sangkutpautkan oleh auditor. Perhatian Auditor difokuskan dalam suatu pengendalian yang digunakan suatu perusahaan yang diaudit karena mereka menyadari bahwa tipe dan luas dari test yang mereka butuhkan untuk menampilkannya dalam suatu konjungsi oleh audit yang seharusnya diubah dengan suatu kemanjuran suatu pengendalian organisasi yang biasanya sangat yakin akan keakuratan data akuntansi mereka.

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2011/06/26/permasalahan-pengendalian-internal/

Pajak Atas Properti

Bisnis jual beli properti telah menjadi suatu hal yang menarik di Indonesia, setiap transaksi dari jual beli tersebut selalu berisi suatu kesepakatan dan teknik negosiasi diantara kedua belah pihak yang bertransaksi. Selain memperhatikan sisi kesepakatan dan teknik negosiasi, terdapat juga hal-hal yang harus diperhatikan dan diselesaikan kedua belah pihak yang bertransaksi sebagai suatu kewajiban terhadap Negara. Kewajiban tersebut adalah pajak yang harus di bayar/dipungut/ dipotong/disetor ke kas Negara.
Properti adalah segala sesuatu yang bersifat kebendaan yang dapat kita miliki. Menurut jenisnya properti dapat dibedakan dalam empat jenis yaitu real property, personal Property, businesses Property dan financial interests. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) properti didefinisikan sebagai konsep hukum yang meliputi seluruh kepentingan, hak dan keuntungan dari suatu kepemilikan. Berdasarkan pengertian tersebut maka kita dapat membedakan antara penguasaan fisik atas tanah dan atau bangunan yang dalam hal ini disebut dengan real estat serta kepemilikan secara hukum atau penguasaan yuridis yang disebut real Property.
Pajak yang dikenakan atas transaksi properti biasanya meliputi PBB, PPh, PPN, BPHTB, PPnBM, dan adapula PNPB. Transaksi yang terjadi dan dikenakan pajak tidak hanya transaksi jual beli saja, akan tetapi meliputi sewa-pinjam, konstruksi, hibah, dll. Dalam perkembangan perpajakan atas properti di Indonesia, para investor properti baik dalam negeri maupun asing sendiri memandang bahwa pajak yang dikenakan atas properti itu masih terlalu besar sehingga dalam prospek properti yang sangat baik kedepannya harus diimbangi dengan kebijakan perpajakan yang menguntungkan baik dari pihak investor maupun pihak negara.

Analisa : sangat setuju dengan artikel di atas, pajak yang dikenakan atas properti itu masih terlalu besar sehingga dalam prospek properti yang sangat baik kedepannya harus diimbangi dengan kebijakan perpajakan yang menguntungkan baik dari pihak investor maupun pihak negara.

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/09/20/pajak-atas-properti/

Senin, 05 November 2012

KERANGKA KARANGAN

Topik : Kegiatan Acara Turnamen Futsal Tahun 2012
            I. Kegiatan Pembentukan Panitia
           II. Kegiatan Pembukaan acara
          III. Kegiatan Futsal
          IV. Kegiatan Penutupan acara
Kegiatan Acara Turnamen Futsal Tahun 2012 :
  1. Kegiatan Pembentukan Panitia
    1.1 Kegiatan Pemilihan Ketua Panitia dan Wakil Panitia
    1.2 Kegiatan Pemilihan Seksi-seksi Panitia
    1.3 Jadwal Rapat Panitia
    1.4 Penyusunan Anggaran
    1.5 Penyusunan Acara
    1.5.1 Penyusunan Acara utama
    1.5.2 Penyusunan Acara untuk penutup
    1.6 Acara Penutupan
     2.  Kegiatan Pembukaan Acara
   2.1 Sambutan dan Doa dari panitia
   2.2 Pertandingan Eksebisi
     3.  Kegiatan Futsal
   3.1 Kegiatan Futsal
   3.1.1 Babak Penyisihan
   3.1.2 Babak perempat final
   3.1.3 Babak Semifinal
   3.1.4 Perebutan Juara 3-4
   3.1.5 Final
   
     4.   Kegiatan Penutup
    
   4.1 Kata Sambutan
   4.1.1 Kata Sambutan Ketua Panitia
   4.2 Pembagian Hadiah
   4.3 Hiburan
   4.3.1 Sexy Dancer
   4.3.2 Band
   4.4  Ucapan Terimakasih dan Kalimat Penutup oleh Ketua Panitia
   

Kamis, 11 Oktober 2012

Perlakuan Akuntansi Atas Properti

Properti yang ditekankan dalam akuntansi kali ini adalah properti investasi, yaitu properti yang dimiliki entitas untuk memperoleh pendapatan sewa dan/atau apresiasi modal. Properti investasi ini diharapkan memberikan sebagian besar arus kas masuk yang secara independen dari aset lain. Properti investasi tidak dimaksudkan untuk menghasilkan barang dan jasa ataupun untuk kegiatan administrasi. Contoh dari properti investasi ini adalah jika suatu entitas menyediakan jasa kepada penghuni maka dapat digolongkan sebagai properti investasi. Properti yang dimiliki oleh penyewa dengan perjanjian sewa operasi operasi mungkin adalah properti investasi jika dinyatakan memenuhi definisi properti investasi dan penyewa mengakuinya berdasarkan nilai wajar.
Properti yang ditempati pemilik adalah properti yang dimiliki oleh pemiliknya untuk tujuan produktif sendiri seperti administrasi dan produksi barang dan jasa. Sedangkan properti investasi sendiri diakui oleh penyewa dan dilaporkan dalam laporan keuangannya.
Ketika pada awal pengakuan properti investasi, entitas dapat membebankan biaya misalnya untuk memperoleh properti, biaya transaksi seperti biaya pajak dan legal, serta biaya selanjutnya untuk ditambahkan. Jika entitas melakukan pergantian bagian dari properti, maka entitas harus menilai ulang atas pengakuan yang merupakan bagian yang telah diganti tersebut. Jika harga properti tersebut ditangguhkan, mencatat sesuai biaya yang setara dengan harga tunai, dan mencatat selisih antara jumlah dan pembayaran yang ditangguhkan sebagai beban bungan selama periode kredit.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau selanjutnya disebut PSAK sebenarnya telah menyatakan suatu standar mengenai properti investasi yaitu pada PSAK No.13 (Revisi 2007). PSAK tersebut memberikan definisi mengenai properti investasi yaitu tanah, bangunan atau bagian dari bangunan, atau keduanya, yang dikuasai oleh entitas (atau lessee melalui finance lease) untuk mendapat rental atau capital gain, atau kedua-duanya, dan tidak untuk:
a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau
b. Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Apabila kita lihat dari definisi diatas dapat diketahui bahwa properti investasi adalah bagian dari aset yang tidak digunakan sendiri oleh pemiliknya. Properti investasi sendiri dapat dimiliki/dikuasai dengan cara kepemilikan, financial lease, operating lease. Kadang entitas menyediakan jasa di properti yang disewakannya. Kalau nilai jasa ini tidak signifikan dibandingkan nilai perjanjian sewa secara keseluruhan, maka properti diperlakukan sebagai properti investasi. Pernyataan ini menjelaskan salah satu syarat dari properti investasi yaitu, aliran kas (cash-flow) yang dihasilkan dari properti investasi ini dapat diatribusikan langsung (directly attributable) ke properti investasi tersebut. Sebagai contoh, gedung yang disewakan menghasilkan aliran masuk kas. Kas yang dihasilkan dapat diatribusikan langsung ke gedung tersebut. Namun, gedung yang disewakan ditambah jasa-jasa lain (seperti misalnya, jasa layanan kamar, resepsionis, kebersihan, dan kemananan), aliran kas yang dihasilkan tidak dapat diatribusikan langsung ke gedung karena aliran kas tersebut juga berasal dari jasa-jasa lain. Kecuali nilai jasa-jasa tersebut signifikan, properti tersebut diakui sebagai properti investasi.
Pengakuan dari properti investasi yaitu diakui sebagai asset properti investasi jika dan hanya jika besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan dari asset yang tergolong properti investasi akan mengalir ke dalam entitas, dan biaya perolehan properti investasi dapat diukur dengan handal.
Properti investasi pada awalnya diukur sebesar harga perolehannya, biaya transaksi termasuk dalam pengukuran tersebut. Biaya perolehan awal hak atas properti investasi yang dikuasai dengan cara sewa dan dikelompokan sebagai properti investasi yang harus dicatat sebagai sewa pembiayaan seperti diatur paragraf 16 dalam PSAK 30: Sewa, dalam hal ini aset harus diakui pada jumlah mana yang lebih rendah antara nilai wajar dan nilai kini dari pembayaran sewa minimum. Jumlah yang setara harus diakui sebagai kewajiban sesuai dengan ketentuan paragraf yang sama.
Dalam pengukuran setelah pengakuan awal, entitas dapat memilih mengukur dengan menggunakan fair value atau cost model. Hal yang dikecualikan dari hal tersebut adalah ketika properti investasi tersebut dikuasai melalui operating lease, menggunakan fair value atas property interestnya.
Ada beberapa keadaan mengenai transfer properti investasi yaitu:
a. Bila aset kemudian dipakai sendiri: transfer dari properti investasi ke aset tetap.
b. Bila kemudian dijual untuk usaha: transfer dari properti investasi ke sediaan.
c. Bila tidak dipakai sendiri lagi: transfer dari aset tetap ke properti investasi.
d. Bila kemudian disewakan: transfer dari aset tetap ke properti investasi
e. Bila berakhir masa konstruksi untuk aset yang kemudian tidak digunakan sendiri: aset tetap ke properti investasi.
Pengukuran Transfer terdapat beberapa kondisi yang harus dipenuhi yaitu jika tidak menggunakan fair value maka transfer ke sediaan menggunakan lower of cost or NRV dan/atau transfer ke aset tetap menggunakan cost dikurangi akumulasi depresiasi dan impairment loss. Jika menggunakan fair value model maka transfer ke aset tetap menggunakan fair value, dan/atau transfer dari sediaan menggunakan fair value, pengukuran ulang masuk ke laba rugi, dan/atau transfer dari aset dalam konstruksi, menggunakan fair value, pengukuran ulang masuk ke laba rugi.
Pada saat aset mengalami Disposal maka Properti investasi tidak diakui lagi di laporan keuangan – kalau tidak ada benefit yang diharapkan di masa datang atau dilepas. Gain/loss hasil dari net disposal dan nilai bawaan diakui di laba rugi. Kecuali PSAK 30 mensyaratkan lain dalam lease & lease back). Selain itu, Kompensasi dari pihak ketiga sehubungan dengan penurunan nilai, kehilangan atau pengembalian properti investasi harus diakui dalam laba atau rugi ketika kompensasi tersebut menjadi piutang.


Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/09/20/perlakuan-akuntansi-atas-properti/

Etika Akuntan (Studi Kasus PT Kimia Farma)

PERMASALAHAN
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
PEMBAHASAN
Dalam permasalahan kasus diatas, KAP Hans Tuanakota dan Mustofa (HTM) selaku auditor eksternal yang diberi penugasan audit laporan keuangan sudah jelas dikatakan bersalah. Hal tersebut walaupun HTM sudah berdalih melaksanakan audit sesuai prosedur yang ditetapkan, HTM dikatakan lalai dalam membaca dan memeriksa laporan keungan manajemen sehingga HTM tidak mampu mendeteksi laporan keuangan tersebut apakah mengandung unsur kecurangan atau tidak.
HTM dengan segala pembelaannya yang berdalih bahwa penugasan audit dikatakan telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan ternyata tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. HTM terbukti melanggar SPAP SA 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Selain itu, dalam paragraf 2 SPAP SA 110 mengatur bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memeroleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan. Dalam kasus ini, sudah jelas dapat dikatakan bahwa kualitas audit yang dihasilkan HTM sangat kurang sehingga mampu meloloskan kecurangan yang berbentuk penggelembungan laba yang nilainya sangat material dan mampu menyesatkan para pembaca laporan keuangannya.
Penggelembungan laba yang dilakukan oleh klien dalam kasus ini adalah manajemen PT Kimia Farma Tbk seharusnya dapat diantisipasi dari awal mula perikatan akan dijalin dengan KAP HTM tersebut atau pada audit pertama untuk laporan keuangan periode Desember 2001. Sesuai dengan kode etik profesi akuntan publik, sebenarnya telah mengatur etika akuntan publik untuk menjamin bahwa akuntan publik harus memiliki kompetensi dalam melakukan pekerjaan auditnya.
Dalam kode etik Profesi Akuntan Publik Seksi 130 menyebutkan bahwa prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap praktisi untuk; a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan b. Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan seksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. HTM dalam kasus ini dengan jelas melanggar kode etik yang berlaku tersebut karena gagal menerapkan standar profesi khususnya SPAP SA 110 sehingga jasa yang dihasilkan tidak mengandung substansi kompetensi auditor yang harusnya mencakup dan mampu mendeteksi penggelembungan laba yang sangat material dari awal.
Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional sangat menentukan kualitas audit yang dihasilkan. Hal tersebut dikaitkan dengan kehandalan dari laporan audit yang dihasilkan akan menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan. Laporan audit yang menyesatkan dapat memberikan dampak buruk kepada para pemakai laporannya dan hasil keputusan yang mereka buat.
Laporan keuangan yang diterbitkan PT Kimia Farma Tbk per 31 Desember 2001 dan disajikan kembali 3 Oktober 2002 setelah di audit oleh HTM menuai kontroversi dan mengakibatkan overstated. HTM dinyatakan lalai, hal tersebut dikarenakan ketidakhati-hatiannya dalam menyatakan sampel audit sehingga mampu meloloskan beberapa salah saji material. Akibatnya, sesuai UU Pasar Modal tahun 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Hal tersebut yang menjerat Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
KESIMPULAN
Setiap auditor independen yang melakukan jasa audit terhadap kliennya dituntut untuk melaksanakan kegiatannya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan sebelumnya yang berlandaskan pada SPAP. Memiliki kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional merupakan salah satu kewajiban etis yang harus dimiliki oleh profesi akuntan. Hal tersebut untuk mendukung kualitas audit yang dihasilkan auditor agar tidak terjadi lolosnya salah saji material yang kemudian akan menyesatkan para pemakai laporan keuangan auditan atau pun akan menciptakan dampak ketidakpercayaan publik terhadap jasa audit yang kompeten.


Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/07/07/etika-akuntan-studi-kasus-pt-kimia-farma/

Etika Akuntan Dalam Manajemen Laba

Apakah manajemen laba merupakan tindakan yang sesuai etika bagi akuntan dan manajemen?
Jawab:
Manajemen laba merupakan suatu hal yang kontroversial bagi dunia bisnis dan dunia akuntansi. Persoalan dalam praktik manajemen laba dimulai ketika manajemen laba tersebut membawa pengaruh negatif dan cenderung menyesatkan informasi dalam pelaporan keuangannya. Hal tersebut menyebabkan adanya suatu pelanggaran terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan. Manajemen bagi manajer suatu perusahaan memungkinkan dapat memicu terjadinya bahaya moral karena manajemen mempunyai informasi asimetri yang bersifat “lebih” didalam lingkup internal perusahaan sehingga membuat manajemen memiliki banyak kesempatan dalam mengelola informasi juga manajer bisa dengan leluasa memilih metode yang dapat disesuaikan dengan kebijakan yang lebih menguntungkan manajerial bahkan selain itu dapat juga cenderung mendorong kearah ilegal. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kaplan (2001), bukti bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh manajer dibuktikan dalam penelitian Healy (1985) dan Angelo (1988). Dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan hal yang melanggar etika bisnis dalam jajaran manajemen.

Praktik manajemen laba dalam perspektif akuntan menjelaskan bahwa dalam praktiknya, manajemen laba yang dilakukan dengan memillih metode yang diterima umum dengan perhitungan rasional yang membuat manajer memilih suatu kebijakan mana yang dipakai dan lebih menguntungkan. Hal tersebut membuat seorang akuntan selain memiliki keahlian dan kemampuan, akuntan juga harus memiliki karakter yang kuat. Karakter yang kuat menentukan tingkat seorang akuntan dalam memegang teguh etika dimana akuntan harus melindungi kepentingan publik. Manajemen laba dalam praktinya seperti yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya merupakan hal yang melanggar etika bisnis karena ada indikasi bahaya moral yang dapat menyesatkan pelaporan keuangan atau ada indikasi manajemen lebih mengutamakan kepentingan individual atau kelompok tertentu daripada masyarakat umum yang mempunyai kepentingannya. Hal tersebut jelas dalam sisi akuntan bahwa kepentingan publik adalah tujuan utama sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan sesuatu yang melanggar etika bagi akuntan karena akuntan tidak hanya semata-mata ahli dan mampu dalam memberikan pendapat dan solusi kebijakan yang berlandaskan Prinsip Akuntansi Berterima Umum kepada manajemen akan tetapi harus tetap memegang teguh melindungi kepentingan publik.

Analisis : Manajemen laba menjadi halo yyg kontroversial di dunia bisnis dan akuntansi karena dalam praktik manajemen laba dimulai ketika manajemen laba tersebut membawa pengaruh negatif dan cenderung menyesatkan informasi dalam pelaporan keuangannya. Hal tersebut menyebabkan adanya suatu pelanggaran terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan. Jadi kesimpulannya bahwa praktik manajemen laba merupakan sesuatu yang melanggar etika bagi akuntan karena akuntan tidak hanya semata-mata ahli dan mampu dalam memberikan pendapat dan solusi kebijakan yang berlandaskan Prinsip Akuntansi Berterima Umum kepada manajemen akan tetapi harus tetap memegang teguh melindungi kepentingan publik.

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/07/13/etika-akuntan-dalam-manajemen-laba/