Selasa, 03 Mei 2011

Hubungan Bilateral dan Multirateral

Hubungan Bilateral & Multirateral Indonesia
1. Pengertian Hubungan Bilateral
Hubungan bilateral yaitu bentuk hubungan kerjasama (diplomatis) antara satu Negara (NKRI) dengan Negara atau blok Negara lainnya, yang mana Negara-negara sahabat tersebut berada di benua yang berbeda. Misalnya kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Negara-negara eropa (Belanda, Jerman, Perancis, dst), Amerika, Vatikan dan lainnya.
Hal tersebut mengacu kepada tujuan kepentingan nasional yang tertuang dalam Perpres No. 27/2005 mengenai Tiga Agenda Pembangunan Nasional guna mewujudkan masyarakat aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera. Hubungan tersebutdijalankan dalam kerangka politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati (mutual respect) dan hubungan yang saling menguntungkan (mutually beneficial relationship) baik melalui pendekatan secara kelompok maupun bilateral (group and bilateral approach).
Pola hubungan tersebut dapat kita lihat pada implementasi hubungan antara Indonesia dengan Negara-negara Eropa Barat. Negara-negara Erbar (Eropa Barat) secara umum memiliki arti penting bagi Indonesia mengingat bahwa Erbar merupakan salah satu kekuatan utama politik dan ekonomi dunia saat ini. Dukungan Erbar terhadap integritas wilayah NKRI merupakan salah satu sasaran Polugri Indonesia akhir-akhir ini. Di bidang ekonomi, Erbar merupakan pasar ekspor dan sumber impor utama bagi Indonesia. Erbar juga merupakan sumber utama investasi asing di Indonesia, khususnya di bidang pertambangan dan industri kimia. Di samping itu, dengan kemampuan di bidang IPTEK dan pendidikan yang sangat advanced, Indonesia berkepentingan untuk memanfaatkan keunggulan-keunggulan tersebut dalam kerja samanya dengan Erbar.
Hubungan bilateral RI – Erbar selalu diupayakan peningkatannya dari waktu ke waktu melalui strategi Diplomasi Total, yang diwujudkan antara lain melalui (a) penyelenggaraan Forum Konsultasi Bilateral (FKB) dan Joint/Mixed Commission (baik dengan UE maupun negara-negara individu Erbar), (b) promosi perdagangan, investasi, dan pariwisata, dan (c) pemeliharaan kontak sosial-budaya melalui pertukaran misi-misi kebudayaan secara timbal-balik. Hubungan bilateral RI – Erbar dewasa ini diprioritaskan untuk bidang-bidang kerja sama yang terkait dengan penanganan isu-isu terorisme internasional, demokrasi, good governance, dan lingkungan hidup.
2. Pengertian Hubungan Multirateral
Hubungan Multirateral yaitu hubungan Diplomatis antara Indonesia dengan Negara-negara lainnya di dunia. Contohnya yaitu bentuk kerjasama Indonesia dengan Negara-negara anggota PBB misalnya dalam organisasi IMF, WTO, WHO dst.
Implementasinya dapat kita lihat misalnya dalam keanggotaan Indonesia pada World Trade Organization (WTO).
• Latar Belakang/Sejarah Organisasi
WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995. Namun demikian sistem perdagangan multilateral telah ada sejak tahun 1948 pada saat terbentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT – Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan) yang memuat aturan-aturan sistem perdagangan multilateral. Sejak tahun 1948-1994 GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia yang menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi. Namun GATT sebagai sebuah organisasi beserta peraturannya masih bersifat sementara hingga kemudian digantikan oleh WTO. Meskipun GATT sebagai organisasi sudah tidak ada lagi, Persetujuan GATT 1947 dan versi barunya yang dikenal dengan GATT 1994 masih berlaku dan merupakan bagian dari seluruh persetujuan yang ada di WTO.
Sejak masih berbentuk GATT hingga menjadi WTO, peraturan-peraturan perdagangan dibentuk melalui serangkaian putaran perundingan. Putaran terakhir dan terbesar adalah Putaran Uruguay yang berlangsung dari 1986 hingga 1994 dan akhirnya menghasilkan pembentukan WTO. Kini putaran perundingan WTO telah sampai pada Putaran Doha yang berawal dari Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IV di Doha, Qatar, tahun 2001. Hingga kini WTO telah menyelenggarakan enam kali KTM yaitu di Singapura (1996), Jenewa (1998), Seattle (1999), Doha (2001), CancĂșn (2003) dan Hong Kong (2005). KTM Doha sendiri menghasilkan Program Kerja Doha/ Doha Development Agenda (DDA), yang menekankan pentingnya dimensi pembangunan dalam perundingan perdagangan dan prinsip Perlakuan Khusus dan Berbeda(Special and Differential Treatment – SDT) bagi negara-negara berkembang. Isu-isu pembangunan dalam DDA antara lain adalah TRIPs (Trade Related Intellectual Property Rights) and Public Health, penghapusan subsidi ekspor negara maju atas produk pertanian dan kapas, fleksibilitas yang lebih luas bagi negara berkembang dalam sektor jasa, pemberian akses bebas bea dan quota bagi produk-produk Least Developed Countries (LDCs) di pasar negara maju, Aid for Trade, serta penerapan prinsip SDT bagi negara berkembang dalam semua aspek negosiasi maupun hasil-hasilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar