Perkembangan
teknologi pada umumnya dan teknologi informasi padakhususnya membawa dampak
pada kehidupan manusia dan lingkungan hidup disekitar manusia. Perkembangan
teknologi informasi bersimbiosis denganglobalisasi menimbulkan berbagai
persoalan hukum. Persoalan hukum yangditimbukan oleh perkembangan teknologi
informasi tak lepas dari janji-janjiteknologi yang tidak selamanya terwujud.
Persoalan hukum yang ditimbulkanoleh teknologi informasi merupakan persoalan
kemanusiaan karena menyangkutkodrat manusia yang dapat dinilai sesuai dengan
kemanusiaan atau tidak.Perikemanusiaan adalah nilai khusus yang bersumber pada
nilai kemanusiaan.Jika sesuatu perbuatan dinilai sebagai tindakan yang
berperikemanusiaan, iniberarti tindakan tersebut sesuai dengan hakekat manusia,
yaitu kemanusiaan.Menempatkan persoalan kemanusiaan sebagai titik tolak dari
dampakteknologi informasi sesungguhnya merupakan upaya untuk menempatkan
manusiadalam posisi sentral sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila pada Sila
Kedua.Kajian hukum yang menempatkan manusia pada posisi yang utama adalah
hukumprogresif. Penempatan manusia dalam posisi yang utama seharusnya diikuti
olehpara pemikir, pencipta dan pengembang teknologi informasi agar teknologi
yangdiciptakan dapat membawa kebahagiaan bagi manusia.Dalam menghadapi
persoalan yang timbul karena teknologi informasi,hukum memiliki keterbatasan
kemampuan dalam memecahkan persoalanpersoalanyang timbul di masyarakat.
Keterbatasan kemampuan hukum initercakup dalam dua aras, yaitu aras teoretik
dan aras praktik. Pada aras teoretik,berbagai teori hukum yang ada tak mampu
untuk memberi penjelasan mengenaiaspek hukum yang ditimbulkan oleh teknologi
informasi, sedangkan pada araspraktik, keterbatasan kemampuan hukum dapat
dilihat dari efektivitas peraturanyang dibuat oleh penguasa ketika dioperasikan
dalam masyarakat. Pada aras iniketerbatasan tidak hanya terlihat pada peraturan
tertulis yang telah dibuat, akantetapi juga terlihat dari sarana dan prasarana
yang mendukung bekerjanya hukumserta aparat penegak hukum yang kurang berani
melakukan terobosan ataukonstruksi yuridis terhadap cybercrime.Ini terlihat
dari banyaknya kasus cybercrime yang muncul, akan tetapi sedikit sekali yang
dapat diselesaikan oleh aparat penegak hukum.
Upaya
untuk mengatasi keterbatasan kemampuan hukum itu, makadimunculkan suatu
pandangan baru yaitu suatu model pengaturan yang lebih baik,yaitu The Hybrid of
Cyberspace Law. Model pengaturan ini merupakan sintesisdari model pengaturan
yang selama ini ada, yaitu traditional regulation model danself-regulation
dengan menjadikan Pancasila sebagai acuan utamanya.Traditional regulation model
merupakan regulasi yang didasarkan padamekanisme yang ada pada the existing
law, sedangkan self-regulation merupakanbentuk pengaturan yang berkembang di
cyberspace baik dalam bentuk lexinformatica, emergent law, polycentric law
maupun modality of cyberspace.Sebagai sintesis dari kedua model pengaturan itu,
The Hybrid of Cyberspace Lawmenampung pula nilai moral dan etika baik yang ada
di real space maupuncyberspace (Netiquette), sehingga hukum yang nantinya
terbentuk merupakan apeculiar form of social life karena hukum bekerja dan
tertanam dalam sebuahmatriks sosio-kultural.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar