Ekonomi Pancasila
KONSEP DASAR EKONOMI PANCASILA
Oleh:
R. Gunawan Sudarmanto
PENDAHULUAN
Sejak Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas hidup bermasyarakat, berbang-
sa dan bernegara, maka secara Ideologi kehidupan bangsa sudah mantap dan tentram,
suatu suasana kehidupan yang amat membantu menc’iptakan kegairahan kehidupan bangsa
da lam berbagai aspeknya. Pada saat itu pemikiran-pemikiran konseptual tentang Ekono-
mi Pancasila yang mulai berkembang sejak tahun 1980 semakin lugas dibahas, baik
oleh Para pakar maupun orang-orang praktek. Hingga perkembangannya pada era tersebut
DPR RI dan DPA juga semakin serius membahas tentang Ekonomi Pancasila, khususnya
dalam kaitan dengan penjabaran pengertian demokrasi ekonomi.
Semenjak era reformasi pada tahun 1997/1998 hingga saat ini pembicaraan tentang
Pancasila sangat jarang terdengar di kalangan masyarakat bahkan dapat dikatakan tidak
pernah lagi terdengar pembicaraan tentang Ideologi Pancasila, apalagi tentang Ekonomi
Pancasila. Kenyataan ini sangat memprihatinkan, Pancasila yang dipandangnya sebagai
Ideologi Negara tetapi sangat jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernega-
ra. Kenyataan ini dapat dikatakan bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang tidak berani
mengakui jati diri yang sebenarnya. Manusia diciptakan dalam berbagai bentuk bangsa
agar masing-masing memiliki jati diri sehingga dapat hidup dengan tenteram, damai, sejah-
tera, dan aman karena sesuai dengan jati diri bangsa yang bersangkutan.
Pancasila sebagai Ideologi
Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok
masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau per-
juangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu. Pancasila yang merupakan
jiwa dan pandangan hidup bangsa telah dianggap mampu membawa seluruh bangsa Indo-
nesia menuju ke arah kehidupan yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, meskipun belum
sepenuhnya mencapai tahap masyarakat yang adil dan makmur, yang tata tentrem karta
1
Apabila dalam teori ekonomi barat (Klasik—Neoklasik—Keynesian) diasumsikan
bahwa hakekat manusia adalah egois dan selfish, dalam teori ekonomi “Timur” (Marxian)
manusia dianggap bersemangat kolektif. Dalam amsyarakat Pancasila manusia mencari
keseimbangan antara hidup sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat, materi dan rok-
hani. Manusia Pancasila yang Berketuhanan Yang Maha Esa, selain homo-economicus,
sekaligus homo-metafisikus dan homo musticus. Jadi dalam ekonomi Pancasila tidak
hanya dilihat dari satu segi instink ekonominya tetapi sebagai manusia seutuhnya. Sebagai
manusia yang utuh ia berfikir, bertingkah laku, dan berbuat tidak hanya berdasar rangsang-
an ekonomi saja tetapi juga oleh faktor-faktor sosial dan moral. Faktor sosial dalam hu-
bungannya dengan manusia lain dan masyarakat dan faktor moral dalam hubungannya se-
bagai titah Tuhan dengan penciptanya.
Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dan bertahan sebagai sutau bangsa kare-
na memiliki sistem nilai/falsafah dasar bangsa Indinesia yang menjadi Ideologi bangsa yai-
tu Pancasila. Pancasila telah disepakati menjadi falsafah dasar, sebagai pandangan dan pe-
gangan hidup bangsa, sehingga menjadi moral kehidupan bangsa, menjadi ideologi yang
menjiwai peri kehidupan bangsa baik sosial, budaya, ekonomi, politik, dan hankam.
Pancasila sebagai Ideologi Ekonomi
Istilah “Ekonomi Pancasila” baru muncul pada tahun 1967 dalam suatu artikel Dr.
Emil Salim. Ketika itu belum begitu jelas apa yang dimaksud dengan istilah Ekonomi Pan-
casila. Istilah Ekonomi Pancasila menjadi lebih jelas ketika pada tahun 1979, Emil Salim
membahas kembali yang dimaksud dengan “Ekonomi Pancasila”.
Ekonomi Pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (institutional econom-
ics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara,
yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang In-
donesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila yaitu (1)
etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan so-
sial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan
kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila ke-
lima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila
Ideologi Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” yang mengikat setiap pelaku
ekonomi, yang apabila dipatuhi secara penuh akan mengakibatkan tertib dan teratur-
nya perilaku setiap warga negara. Dan ketertiban serta keteraturan perilaku ini
pada gilirannya akan menyumbang pada kemantapan dan efektifitas usaha perwu-
judan keadilan sosial.
2
Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa moralitas teori ekonomi Adam
Smith adalah kebebasan (liberalisme), dan moralitas teori ekonomi Marx ada-
lah diktaktor mayoritas kaum “proletar”, maka moralitas ekonomi Pancasila
mencakup seluruh asas Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan, Persa-
tuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Pancasila sebagai dasar negara dapat dite-
rapkan dalam kehidupan ekonomi bangsa, negara, dan masyarakat. Sila-sila yang ter-
dapat pada Pancasila sudah seharusnya menjadi dasar pelaksanaan perekonomian Bangsa
Indonesia dan tidak perlu ditawar-tawar lagi. Pancasila sebagai dasar negara sangat sesuai
dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karenanya nilai-nilai yang terkan-
dung pada Pancasila harus nyata kita tampakkan dalam segala aspek kehidupan sebagai jati
diri bangsa Indonesia. Hanya bangsa yang memiliki jati diri luhurlah yang akan memiliki
martabat yang tinggi sebagaimana yang pernah kita rasakan beberapa waktu lalu sebelum
reformasi.
Pelaksanaan Sila-sila Pancasila dalam Ekonomi
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa Pancasila sebagai dasar
negara, maka sila-sila yang terdapat pada Pancasila dapat diterapkan dalam
kehidupan ekonomi bangsa, negara, dan masyarakat sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Menunjukkan bahwa pola perekonomian dige-
rakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral yang sangat tinggi,
yaitu moral manusia yang beragama sehingga para pelaku ekonomi tidak akan semena-
mena karena adanya pengawas tunggal, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ada kehendak kuat dari seluruh masyara-
kat untuk mewujudkan pemerataan-pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas-asas ke-
manusiaan.
3. Persatuan Indonesia. Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan
perekonomian nasional yang tangguh. Ini berarti nasionalisme menjiwai se-
tiap kebijaksanaan ekonomi.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawara-
tan/Perwakilan. Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan meru-
pakan bentuk paling kongkrit dari usaha bersama.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan pada
adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat na-
sional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekono mi un-
tuk mencapai keadilan ekonomi dan keadailan sosial.
3
Aturan main yang diturunkan dari setiap sila dalam Pancasila kita bisa
melihat sejauh mana aturan main tersebut telah bisa ditegakkan dalam masya-
rakat. Misalnya dalam sila Persatuan Indonesia kita bisa meneliti setiap kasus
kebijakan ekonomi yang hendak diambil, apakah akan menyumbang atau ti-
dak pada peningkatan ketangguhan atau ketahanan ekonomi nasional.
spesifik lagi bisa diambil contoh apakah setiap utang baru atau kerja sama eko-
nomi dengan negara lain bisa menyumbang atau sebaliknya mengancam ke-
tangguhan dan ketahanan ekonomi nasional.
Menurut Boediono (mantan Menkeu RI), sistem Ekonomi Pancasila dicirikan oleh
lima hal sebagai berikut:
(1) Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional
(2) Manusia adalah “economic man” sekaligus “social and religious man”.
(3) Ada kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme dan kemerataan sosial.
(4) Prioritas utama kebijakan diletakkan pada penyusunan perekonomian nasional
yang tangguh.
(5) Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi
perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi.
Pancasila, Etika Ekonomi, dan Dunia Bisnis
Dalam melaksanakan sistem ekonomi usaha bersama berdasar asas kekeluar-
gaan, kita mengenal tiga pelaku utamanya yaitu koperasi, usaha negara dan usaha
swasta yang masing-masing pelaku ekonomi mempunyai etika kerja sendiri-sendiri yang
berbeda satu dengan yang lain. Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial
yang dibentuk oleh para anggotanya untuk melayani kepentingan mereka, yaitu
membantu memperjuangkan kepentingan mereka, khususnya dalam upaya me-
ningkatkan kesejahteraannya. Ini berarti misi dan etika kerja (perkumpulan)
koperasi adalah pelayanan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin kepada ang-
gota. Ukuran paling mendasar untuk menilai berhasil tidaknya koperasi adalah
manfaat pelayanan kepada anggota. Etika Ekonomi Pancasila bersumber pada
UUD 1945 khususnya Pasal 33 sebagai sistem ekonomi kekeluargaan, dan pada
Pancasila sebagai pedoman etik yang memberikan semangat dan gerak pembangunan na-
Etika ekonomi usaha negara hampir sama dengan etika ekonomi koperasi
yaitu melayani tetapi sekaligus melindungi kepentingan umum. Orientasi pada
4
pelayanan dan perlindungan kepentingan umum inilah misi utama usaha negara
atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Inilah yang terkandung dalam pengertian ca-
bang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak, harus dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara maksimal
(sebesar-besar kemakmuran rakyat ). Etika ekonomi usaha swasta adalah memproduksi
dan menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat, dengan mengambil keuntung-
an uang dari kegiatan dan usahanya itu. Usaha swasta berkembang karena ada
keuntungan yang bisa diperoleh dan dipupuk.
Apabila wawasan ekonomi Pancasila sudah kita terima sebagai satu-satunya
pegangan etik sistem dan kebijaksanaan pembangunan nasional, maka bisa berubah
menjadi acuan nasional yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Hadiah dan
sangsi atas pelaksanaan atau pelanggaran aturan etik memang bersifat etik pula, yang
pengawasannya tidaklah bisa dilakukan oleh aparat negara dan pemerintah saja.
Pengawasan ini harus melekat pada hakekat moral masyarakat bangsa secara keselu-
ruhan baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar.
Ekonomi Pancasila sebagai ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics)
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila mengandung 5 asas yang mana
semua substansi sila Pancasila yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) ke-
rakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi
yang disusun. Disinilah kelima sila diatas menjadi substansi etika dalam Ekonomi Pancasi-
la. Kalau sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan rangsangan moral maka sila
2 sampai 5 menjadi landasan rangsangan sosial ekonomika etik Ekonomi Pancasila. Eko-
nomi Pancasila dengan kata lain merangkum secara tepat dua elemen utama pencapaian
kesejahteraan ekonomi.
Konsep ekonomika etik ekonomi Pancasila oleh Mubyarto dalam bukunya Sistem
dan Moral Ekonomi Pancasila dicirikan sebagai berikut: (1) Roda perekonomian digerak-
kan oleh rangsangan ekonomi, moral dan sosial. (2) Ada kehendak kuat dari seluruh ang-
gota masyarakat untuk mewujudkan keadaan kemerataan sosial ekonomi. (3) Prioritas ke-
bijaksanaan ekonomi adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat dan tangguh,
yang berarti nasionalisme selalu menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi. (4) Koperasi me-
rupakan soko guru perekonomian nasional. (5) Adanya imbangan yang jelas dan tegas an-
tara sentralisme dan desentralisme kebijaksanaan ekonomi untuk menjamin keadilan eko-
nomi dan keadilan sosial dengan sekaligus menjaga efisiensi dan pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi Pancasila Sebagai Ekonomi Moral
5
Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu (1) Yang
menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup
orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi,
dan lain sebagainya. (2) Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu ju-
ga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Se-
hingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Ke-
dua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan
saling mendukung. (3) Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi
dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
(4) Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas ke-
keluargaan antar sesama manusia.
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus di-
jauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreati-
fitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah
agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
Ekonomi Pancasila mempunyai sistem dan moral tersendiri yang bisa dikenali,
dan sifat-sifat sistem serta moral ekonomi Pancasila telah melandasi atau menjadi pedo-
man aneka perilaku ekonomi perorangan, kelompok-kelompok dalam masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan negara. Sistem serta moral yang dimaksud bersumber
pada ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila meng-
gambarkan secara utuh semangat kekeluargaan (gotong royong) dalam upaya mewujud-
kan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan masyarakat Indonesia.
Ekonomi Indonesia lebih menonjol sebagai ekonomi moral bukan ekonomi
yang terlalu rasional. Ekonomi Pancasila menjunjung tinggi asas keadilan sosial bagi
seluruh rakyat, rupanya apabila harus memilih antara keadilan sosial dan efisiensi, kita
akan cenderung mengorbankan efisiensi. Efisiensi sebagai lawan keadilan rupanya
analog dengan dilema (trade off) antara pertumbuhan dan pemerataan. Masyara-
kat Indonesia cukup cepat bereaksi menginginkan pemerataan pada waktu Pelita I ber-
hasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang kemudian ternyata diikuti me-
ningkatnya ketimpangan ekonomi yang menyolok.
Kiranya jelas bahwa ekonomi Pancasila harus kita akui sudah melekat pada
sistem nilai dan budaya bangsa Indonesia.
mengikis habis sifat-sifat irrasional yang tercermin dalam efisiensi dan produkti-
vitas yang rendah, pada akhirnya kita menghadapi “tantangan” berupa moral
6
ekonomi bangsa yang tidak sepenuhnya bersifat negatif. Dalam hati nurani seba-
gai bangsa masih selalu terselip.perasaan was-was jangan-jangan pengambilan pilihan
yang semata-mata rasional justru akan merugikan dalam jangka panjang dan akhirnya
akan kita sesali.
Masa Depan Ekonomi Pancasila di tengah Arus Dehumanisasi di Era Globalisasi
Kiranya sudah saatnya untuk merumuskan kembali etos global berupa konsensus
mendasar tentang nilai-nilai, norma-norma, dan sikap-sikap tertentu yang dilandasi oleh
prinsip humanum, hakikat manusia. Hal itu dilakukan demi kedamaian umat manusia di-
tengah ancaman globalisasi yang menonjolkan nilai-nilai individualisme dan menggerus
nilai-nilai humanisme. Ini merupakan bel pengingat bahwa etika saat ini mengalami gem-
puran luar biasa dari arus besar nilai-nilai individualisme yang memboncengi persebaran
ideologi kapitalisme dan liberalisme. Individualisme yang mengakar dalam kejatian diri
manusia disinyalir bisa mendorong akumulasi nilai-nilai dehumanisasi karena semangat
egoisme sebagaimana terangkum dalam idiom Betawi elo-elo gua-gua menjadikan manu-
sia tidak peduli satu sama lain dan mau menang sendiri yang lambat laun akan membentuk
pola pikir berupa tidak mau memanusiakan sesama manusia lainnya.
Sebagai sebuah wacana yang terus diupayakan perwujudannya, konsep ekonomika
etik saat ini mengalami tantangan berat dalam merealisasikannya. Mainstream pemikiran
ekonomi kini yang sangat liberal dan kapitalistik kian meminggirkan nilai-nilai etika ke-
manusiaan dalam praktek ekonominya. Hal inilah yang menjadikan agenda memasyara-
katkan ekonomika etik berbasis Pancasila di bumi Indonesia tidaklah semudah membalik-
kan telapak tangan. Banyak rintangan yang akan bermunculan dari pihak-pihak yang diun-
tungkan dengan bertahtanya sistem ekonomi kapitalisme selama ini.
Mungkinkah ekonomika etik bertahta di Indonesia dan menjadi acuan bersama pe-
laksanaan ekonomi nasional? Segala kemungkinan hingga kini masih terbuka lebar. Ada
banyak cara membangkitkan kesadaran pentingnya berekonomi secara etik yang dalam
perwujudannya merupakan bentuk dari Ekonomi Pancasila. Salah satunya melalui revitali-
sasi budaya bangsa Indonesia yang didominasi nilai-nilai komunalisme dan kebersamaan
yang kemudian dipadukan dengan pelaksanaan sistem ekonomi. Nilai kegotongroyongan
dan kekeluargaan yang menjadi etika masyarakat Indonesia yang terhimpun dalam berba-
gai ragam tradisi dan adat masyarakat bisa ditransformasikan tidak hanya dalam berbudaya
namun juga dalam berekonomi. Tidaklah keliru jika Indonesia perlu belajar dari keberhasi-
lan Korea Selatan yang sukses mentransformasikan nilai-nilai budaya yang berangkat dari
tiga prinsip: rajin, mandiri, dan gotong royong untuk menjadi sebuah gerakan nasional be-
rupa Saemaul Undong yang mengantarkan kesuksesan Korea Selatan di bidang ekonomi
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
// Ekonomi Sosialis
Sedikit tentang Ekonomi Sosialis
Harga-harga sumber-sumber daya/ barang-barang dan jasa-jasa ditetapkan oleh pemerintah (sistem subsidi besar-besaran). Gaji dan upah sangat rendah dibandingkan dengan gaji atau upah negara-negara dengan sistem kapitalis. Pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk sewa apartemen, harga barang dan sebagainya. Kaum sosialis sangat mementingkan pemerataan dalam distribusi pendapatan yang dituangkan dalam slogan “sama rata, sama rasa”.
Dalam prakteknya teori ini sulit dilaksanakan. Dalam pemberian imbalah harus ada perbedaan. Contoh penyapu jalan dan dokter spesialis. Agar motif berprestasi dapat tetap dipertahankan. Pada dasarnya apa yang baru saja dibicarakan berhubungan dengan masalah EQUITY (keadilan). Asas keadilan : apa yang berprestasi lebih mendapatkan penghasilan lebih.
“To Each According to His Needs and to Each According to His Ability”
Masing-masing anggota masyarakan mendapat output nasional sesuai dengan kedudukannya. Negara menjamin semua kebutuhan dasar rakyat. Masing-masing anggota masyarakan mendapat bagian output nasional sesuai dengan kemampuannya.
Hak milik privat ditiadakan oleh pemerintah. Pemerintah penguasa tunggal sumberdaya ekonomi dan harta kekayaan (tindakan nasionalisme). Pada perekonomian sosialis sumber daya ekonomi dikuasai oleh pemerintah, digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.
Perniagaan luar negeri = monopoli negara, Hanya badan-badan pemerintah yang boleh melakukan perdagangan internasional. Government to Government, Pengusaha swasta dengan pengusaha swasta, pengusaha ke pemerintah atau pemerintah ke pengusaha swasta.
Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/international-business/1915077-pemerintahan-dan-ekonomi-sosialis/#ixzz1FA3fwjxu
Diposkan oleh uphie blog di 05:29 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
// Ekonomi Liberal
SISTEM EKONOMI PASAR (LIBERAL)
System ekonomi pasar dikemukakan oleh Adam Smith yang dimuat dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the wealth of Nation.
Cirri system ekonomi pasar adalah sebagai berikut :
a. Setiap individu bebas memiliki barang dan alat-alat produksi.
b. Kegiatan ekonomi di semua sector dilakukan oleh pihak swasta
c. Pemerintah tidak ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
d. Modal memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi.
e. Setiap orang diberi kebebasan dalam memakai barang dan jasa
f. Semua kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip laba.
g. Berlakunya persaingan secara bebas.
Kebaikan system ekonomi pasar adalah :
a. Adanya persaingan mendorong manusia atau individu untuk terus maju dan bertindak secara efektid dan efisiien.
b. Tiap-tiap individu bebas memilih pekerjaan yang disukai sesuai dengan minat dan bakatnya.
c. Produksi didasarkan atas kebutuhan masyarakat.
d. Kebebasan memilih alat-alat produksi dan modal.
Keburukan system ekonomi pasar adalah :
a. Persaingan dapat menyebabkan terjadinya penindasan dan monopoli.
b. Karena motif memperoleh laba, tiap-tiap individu hanya mementingkan diri sendiri sehingga pemerataan pendapatan sulit dicapai atau tidak merata.
c. Sulit menghindarkan naik turunnya kehidupan ekonomi sehingga krisis ekonomi lebih mungkin sering terjadi.
d. Timbulnya dampak imbasan.
Ada lima institusi pokok yang membangun sitem ekonomi pasar (liberal), yakni :
a.Hak kepemilikan.
Sebagian besar hak kepemilikan dalam sistem ekonomi liberal(pasar) adalah hak kepemilikan swasta/individu (private/individual property), sehingga individu dalam masyarakat liberal kapitalis lebih terpacu untuk produktif.
b.Keuntungan.
Keuntungan (profit) selain memuaskan nafsu untuk menimbun kekayaan produktif, juga merupakan bagian dari ekspresi diri, karena itu keuntungan dipercaya dapat memotivasi manusia untuk bekerja keras dan produktif.
c.Konsumerisme.
Konsumerisme sering diidentikkan dengan hedonisme yaitu falsafah hidup yang mengajarkan untuk mencapai kepuasan sebesar-besarnya selama hidup di dunia. Tetapi dalam arti positif, konsumerisme adalah gaya hidup yang sangat menekankan pentingnya kualitas barang dan jasa yang digunakan. Sebab tujuan akhir dari penggunaan barang dan jasa adalah meningkatkan nilai kegunaan (utilitas) kehidupan. Sehingga masyarakat liberal kapitalis terkenal sebagai penghasil barang dan jasa yang berkualitas.
d.Kompetisi.
Melalui kompetisi akan tersaring individu-individu atau perusahaan-perusahaan yang mampu bekerja efisien. Efisiensi ini akan menguntungkan produsen maupun konsumen, atau baik yang membutuhkan (demander) maupun yang menawarkan (supplier).
e.Harga.
Harga merupakan indikator kelangkaan, jika barang dan jasa semakin mahal berarti barang dan jasa tersebut semakin langka. Bagi produsen, gejala naiknya harga merupakan sinyal untuk menambah produksi agar keuntungan meningkat.
Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/2003961-sistem-ekonomi-pasar-liberal/#ixzz1FA2FYXOu
// Ekonomi Terpimpin
Sejarah Singkat Bung Hatta Sebagai Pemrakarsa Ekonomi Terpimpin.
Ekonomi terpimpin, kata itu bagi sejarahwan mungkin sudah tidak asing lagi. Pendirinya adalah Mohammad Hatta yang akrab disapa dengan sapaan Bung Hatta. Selain dikenal sebagai proklamator dan pendiri bangsa, beliau juga dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia dan bapak ekonomi Indonesia. Selama beliau hidup, beliau banyak mengabdikan waktunya untuk membaca buku. Sejarah telah mencatat bahwa beliau telah mempunyai koleksi lebih dari 10.000 buku yang berbahasa Jerman, Inggris, Perancis dan tentunya Indonesia.
Bung Hatta telah memulai untuk mengoleksi buku sejak beliau masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Jakarta pada tahun 1919. Seperti tertulis di dalam buku memoarnya yang diterbitkan ulang tahun 2002, Bung Hatta telah mulai mengoleksi buku sejak ia masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Betawi tahun 1919. Ketika itu ia diajak pamannya, Mak Etek Ayub, singgah di sebuah toko buku antiquariat di daerah Harmoni. Mak Etek Ayub menunjukkan kepada Hatta beberapa buku yang dianggapnya penting untuk dibaca. Buku-buku tersebut adalah Staathuishoudkunde (Ekonomi Negara) dua jilid karya NG Pierson, De Socialisten (Kaum Sosialis) enam jilid yang ditulis HP Quack, serta karya Bellamy berjudul Het Jaar 2000 (Tahun 2000).
Ternyata, persoalan yang paling diminati oleh Bung Hatta ialah persoalan seputar tentang ekonomi, sehingga beliau berhasil membuahkan sebuah pemikiran ekonomi di Indonesia seperti ekonomi terpimpin. Sayangnya, di saat ini jarang sekali orang yang tertarik untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran Bung Hatta khususnya di bidang ekonomi. Pemikiran Bung Hatta dianggap telah kehilangan relevansinya.
Pengertian Ekonomi Terpimpin.
Ekonomi terpimpin secara istilah yang disebutkan Bung Hatta yaitu merupakan konsekuensi dan nasionalisme yang timbul sebagai bentuk dari perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme.
Prinsip ekonomi terpimpin sejalan dengan sila ke-5 pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikarenakan adanya pemerataan pembagian kesejahteraan di semua lapisan masyarakat dan mereka dapat merasakannya.
Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.
Ekonomi Liberal dan Dampak Yang Terjadi Bagi Masyarakat.
Jika kita lihat lagi dampak yang ditimbulkan dari adanya ekonomi liberal, dengan demikian maka ketimpangan ekonomi, kesemena-menaan dan kesenjangan sosial akan terjadi. Karena yang kaya akan semakin menjadi kaya sedangkan yang miskin akan semakin menjadi miskin karena tidak adanya pemerataan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Fakta lapangan telah mengatakan bahwa peran liberal hanya dimiliki oleh sekelumit orang saja yang mampu bertahan dalam keadaan tersebut yaitu pemilik modal, singkat kata merekalah pemilik modal, yang memonopoli pasar.
Demikian juga, kebijakan ekonomi Indonesia yang sedikit menganut ekonomi liberal dan tidak tegas yang hanya menguntungkan daerah kaya atau maju tetapi juga mengutungkan orang kaya. Misalnya saja terutama di masa Orde Baru kita melihat bagaimana konglomerat kalau meminjam uang dalam jumlah besar di bank tidak diwajibkan memiliki jaminan atau agunan, sementara pedagang kecil kalau pinjam uang di bank harus memenuhi macam-macam agunan dan kewajiban yang sulit dipenuhi.
Coba kalau kita berkaca kepada sebagian negara yang menggunakan asas ekonomi liberal seperti Amerika Serikat, maka ketidakmerataan pendapatan dalam penduduknya akan dapat sering anda lihat, sekalipun Amerika Serikat tergolong negara yang maju. Para pemilik modal dan jutawan tenar layaknya Donald Trump dan Bill Gates, keduanya akan mampu bertahan dan bahkan terus menguasai, mendominasi dan memonopoli pasar. Sedangkan masyarakat kalangan bawah dan menengah dipastikan akan menjadi korbannya.
Contoh bukti praktek ekonomi liberal di negara kita yang gamblang dapat kita lihat yaitu pada proyek minyak blok Cepu yang pada akhirnya infestor asing (Exxon Mobile) berhasil mengungguli Pertamina selaku perusahaan negara. Belum lagi Freeport di Papua yang dikuasai Infestor asing dari Amerika. Akibatnya eksploitasi tersebut hanya menguntungkan pihak infestor saja, sedangkan mereka tidak memperdulikan Indonesia selaku pemilik bahan bakunya.
Hal ini terjadi karena kurangnya adanya ketegasan dari pihak Indonesianya sendiri. Pemerintah takut akan resiko yang akan dihadapinya jika melaksanakan kebijakan yang dirasa akan merugikan pihak asing.
Dengan demikian jika kita lihat dari contoh di atas maka keadilan sosial tidak akan tercapai dan jauh dari prinsip nasionalisme yang menjunjung tinggi asas keadilan sosial untuk masyarakatnya.
Lain halnya dengan ekonomi terpimpin yang condong mengadopsi pemikirannya dengan pemikiran ekonomi sosialis. Ekonomi terpimpin mempunyai sistem bahwa pemerintah harus turut aktif dalam kegiatan ekonomi.
Keunggulan Ekonomi Terpimpin.
Dalam konteks ini, kita bisa mengingat apa yang pernah ditulis Hatta pada saat dia masih berusia 26 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa (ditulis Maret 1928). Begini ia menulis waktu itu: “Pemerintah harus banyak campur tangan dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin dengan mengadakan petunjuk, tetapi harus bebas dari perbuatan birokrasi. Dalam pelaksanaan ekonomi yang berpedoman kepada prinsip murah, lancar, dan cepat, tidak ada yang lebih berbahaya dari pada birokrasi.”
Dan juga pemerintah selayaknya turut pula memberikan aturan-aturannya. Supaya terciptanya pemerataan ekonomi di semua kalangan masyarakat, sehingga yang kaya tidak semakin kaya sedangkan yang miskin tidak semakin miskin.
Coba kita kembali lagi berkaca kepada salah satu negara yang menggunakan sistem ekonomi sosialis seperti Republik Rakyat Cina. Maka kita akan melihat keadaan pendapatan masyarakatnya yang merata, sehingga tidak akan anda menjumpai permasalahan ketimpangan-ketimpangan ekonomi di negara ini, sekalipun negara ini negara yang mempunyai penduduk terbanyak di dunia.
Bahkan buktinya, kini negara Republik Rakyat Cina mampu menjadi negara urutan ketiga yang pertumbuhan ekonominya melesat pesat setelah urutan pertama diduduki oleh Uni Eropa dan posisi urutan kedua diduduki oleh India.
Dari contoh di atas, dengan itu keadilan sosial untuk rakyat niscaya akan tercapai, keadaan ekonomi akan bertambah baik dan kemajuan untuk negara akan diraih. Seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Pancasila dalam silanya yang ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” yang akan mengantarkan negara untuk memenuhi keadilannya dalam membagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan ini maka cita-cita nasionalisme akan tercapai. Berbicara masalah jenisnya, ekonomi terpimpin dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
1. Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme.
2. Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi.
3. Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme.
4. Ekonomi terpimpin menurut faham kristen sosialis.
5. Ekonomi terpimpin berdasar ajaran Islam
6. Ekonomi terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.
Yang pasti dari enam aliran ekonomi terpimpin itu kesemuanya itu menolak adanya kepentingan individu, yang mana kepentingan orang banyak akan terkalahkan oleh kepentingan segelintir orang tersebut. Hal ini justru benar-benar terlihat dari sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan per-individu saja sedangkan masyarakat banyak yang lebih membutuhkannya malah kenyataannya terabaikan.
Ekonomi Terpimpin dan Nasionalisme.
Pada hakikatnya, adanya konsep ekonomi terpimpin itu disambungkan dengan adanya konsep nasionalisme. Jadi selayaknya ekonomi terpimpin yang paling layak digunakan demi terhubungnya dengan prinsip nasionalisme adalah ekonomi terpimpin yang berdasarkan atas asas sosialisme demokrasi, yang kedua asas ini terkait dengan Pancasila yang berlaku sebagai landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nasionalisme merupakan bentuk atau cerminan dari gerakan yang mana gerakan tersebut memperjuangkan persatuan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Nasionalisme lahir pada masa permulaan abad ke-20 sebagai reaksi atau bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.
Selain itu nasionalisme juga mempunyai beberapa gagasan yang berguna untuk menentang aksi kolonialisme, yaitu:
Aspek Politik.
Yang bertujuan untuk menghilangkan praktek politik asing yang kurang baik dan menggantinya dengan sistem pemerintahan yang berdaulat kepada rakyat.
Aspek sosial ekonomi.
Yang bertujuan untuk memberantas eksploitasi ekonomi asing dan membangun masyarakat baru yang bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Aspek budaya.
Yang bertujuan untuk mengembalikan kepribadian bangsa yang harus disesuaikan dengan perubahan zaman seperti sekarang. Hal ini bertujuan untuk menyaring kelayakan budaya luar negeri yang masuk ke dalam Indonesia yang disesuaikan dengan berbagai macam pandangan-pandangan.
Jadi dengan berbagai penjelasan di atas, tentunya sudah kita lihat bahwa nasionalisme hanya pantas menggandeng dan disandingkan dengan sistem ekonomi terpimpin yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya.
Ekonomi terpimpin yang bersifat sosialis bersifat membatasi dalam menyikapi antara keikutsertaan pihak pemerintah dan pihak individu dalam kegiatan ekonominya, keterlibatan adanya campur tangan pemerintah atau negara adalah dibatasi. Sedangkan bagi pihak individu atau pemilik modal juga tidak 100% keberadaannya dimusnahkan. Mereka tetap boleh mempunyai hak untuk bergabung. Hanya saja antara pihak pemerintah dan pihak individu dalam ruang lingkup ekonomi terpimpin sosialis dibatasi. Hal ini diberlakukan hanya untuk mengupayakan terlebih dahulu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak.
Menurut Lerner dalam bukunya The Economics of Control, sistem ekonomi terpimpin yang berasaskan sosialis telah memasukkan kedalamnya beberapa dari unsur-unsur ekonomi liberal. Menurutnya ekonomi liberal dan ekonomi sosialis dapat disatukan dan didamaikan menjadi “Welfare Economics”, yaitu sebuah bentuk dari kemakmuran ekonomi. Hal ini telah dipraktekkan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa setelah perang dunia I.
Pada sistem ekonomi terpimpin sosialis, ada hal yang harus dilaksanakan. Yang pertama ialah sumber ekonomi yang ada haruslah dikerjakan, supaya tidak adanya terbuka lahan baru untuk pengangguran akan tetapi membuka lahan baru untuk mencipitakan tenaga kerja.
Kedua, membagi hasil pendapatan dengan adil merata tanpa ada jatah hasil pendapatan yang lebih besar dikarenakan pangkat atau derajat. Dengan diterapkannya hal ini, maka kesenjangan sosial atas yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi, semua rakyat akan menikmati hasilnya. Tulisan lain yang ditulis Hatta tahun 1957 yang masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini adalah tentang Kemiskinan dan kesenjangan. Begini waktu itu dia menulis: “…. Miskin tetap miskin dengan tidak ada perspektif. Keadaan masyarakat kita sekarang hanya menyatakan pertentangan hebat antara si kaya dan si miskin . Antara sekelompok manusia yang hidup mewah dengan banyak orang yang tidak berada. Tidak sedikit pula rakyat yang hidup menderita…”
Data Bappenas yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini naik menjadi 49,5 juta orang atau 24,23 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu 31,9 juta orang berada di pedesaan dan 17,6 juta orang di perkotaan. Bila dilihat secara geografis maka 59 persen penduduk miskin ada di Pulau Jawa dan Bali, 16 persen di Sumatera, serta 25 persen menyebar di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Kalau dipertanyakan lagi dari keadaan yang terjadi sekarang ini, itu terjadi bukanlah karena Indonesia negara yang miskin. Akan tetapi keadaan ini terjadi karena salahnya kebijakan pemerintah yang diambil. Yang selalu berpihak pada posisi yang kaya, khususnya pada zaman orde baru.
Jadi apa yang diprihatinkan Hatta waktu itu ternyata sampai sekarang masih terjadi dan bahkan seperti telah diumumkan oleh Bappenas, jumlah orang miskin di Indonesia malah naik. Kesetaraan dalam lapisan masyarakat akan dapat diwujudkan, sehingga kesejahteraan di antara kalangan masyarakat akan dapat diraih secara keseluruhan.
Ketiga, bentuk dari pemonopolian dan peng-oligopolian harus dihapuskan dalam kegiatan ekonomi. Karena hanya akan menyebabkan kerugian di salah satu pihak. Dan juga hanya akan menimbulkan eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar pula.
Bentuk Cita-cita Dari Ekonomi Terpimpin dan Demokrasi.
Telah dijelaskan bahwa ekonomi terpimpin adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan atas nasionalisme dan demokrasi. Menurut master ekonomi Indonesia yaitu Bung Hatta, tujuan ekonomi terpimpin dalam bidang demokrasi ialah negara mampu mencapai kemakmuran bagi hidup rakyatnya. Tiada lagi salah satu rakyat dari suatu negara itu yang tidak mendapatkan kenikmatan dari makmurnya suatu negara itu.
Negara harus lebih mendahulukan kepentingan masyarakatnya terlebih dahulu daripada segelintir individu yang kepentingannya berbeda dengan rakyat. Akan tetapi individu tersebut tidaklah harus mutlak atau murni dihilangkan.
Secara umum cita-cita dari adanya ekonomi terpimpin ada empat, yaitu yang pertama untuk membuka lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat. Secara otomatis maka angka pengangguran akan terkurangi bukannya justru menutup lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat seperti yang dipraktekkan oleh ekonomi liberal. Intinya tiada lagi angka kemiskinan.
Yang kedua ialah adanya standarisasi hidup yang baik bagi masarakat banyak secara keseluruhan. Artinya dalam hal ini negara telah menjamin hidup masyarakatnya akan lebih baik dan sejahtera, seperti yang telah diidamkan mereka.
Cita-cita yang ketiga ialah semakin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan memperata kemakmuran. Dengan ini, negara tersebut akan tumbuh menjadi negara yang maju dan rakyatnya akan mampu mengagungkan nama harum negaranya di dunia internasional.
Cita-cita yang keempat ialah untuk terciptanya keadilan sosial. Sehingga tidak akan ditemukannya lagi ketimpangan-ketimpangan ekonomi dalam kesemua masyarakatnya, sehingga ketidak-adilan pada masa orde baru seperti perhatian terhadap status kekayaan pada seseorang akan terhapuskan. Hal ini jelas-jelas telah menyinggung hak asasi manusia dan tidak layak untuk dijadikan sebagai pegangan.
Harapan saya, Indonesia dalam kegiatan ekonominya mengikuti jejak ekonomi terpimpin. Dan Indonesia dapat berubah menjadi wujudnya yang sejahtera, masyarakat yang ada di dalamnya akan makmur sejahtera dan diakui kesejahteraannya oleh dunia Internasional, sehingga Indonesia tidak gampang diremehkan oleh negara lain seperti sekarang ini, baik dalam hal ekonomi maupun birokrasinya. Selain itu juga dapat mengambil kembali gelar Macan Asia yang sudah sempat terkembang pada zaman pemerintahan orde baru.
REFERENSI
Abdul Hadi WM. Diakses dari the Djalal center
Nugroho SBM, SE, MSP. Harian Suara Merdeka.
KONSEP DASAR EKONOMI PANCASILA
Oleh:
R. Gunawan Sudarmanto
PENDAHULUAN
Sejak Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas hidup bermasyarakat, berbang-
sa dan bernegara, maka secara Ideologi kehidupan bangsa sudah mantap dan tentram,
suatu suasana kehidupan yang amat membantu menc’iptakan kegairahan kehidupan bangsa
da lam berbagai aspeknya. Pada saat itu pemikiran-pemikiran konseptual tentang Ekono-
mi Pancasila yang mulai berkembang sejak tahun 1980 semakin lugas dibahas, baik
oleh Para pakar maupun orang-orang praktek. Hingga perkembangannya pada era tersebut
DPR RI dan DPA juga semakin serius membahas tentang Ekonomi Pancasila, khususnya
dalam kaitan dengan penjabaran pengertian demokrasi ekonomi.
Semenjak era reformasi pada tahun 1997/1998 hingga saat ini pembicaraan tentang
Pancasila sangat jarang terdengar di kalangan masyarakat bahkan dapat dikatakan tidak
pernah lagi terdengar pembicaraan tentang Ideologi Pancasila, apalagi tentang Ekonomi
Pancasila. Kenyataan ini sangat memprihatinkan, Pancasila yang dipandangnya sebagai
Ideologi Negara tetapi sangat jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernega-
ra. Kenyataan ini dapat dikatakan bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang tidak berani
mengakui jati diri yang sebenarnya. Manusia diciptakan dalam berbagai bentuk bangsa
agar masing-masing memiliki jati diri sehingga dapat hidup dengan tenteram, damai, sejah-
tera, dan aman karena sesuai dengan jati diri bangsa yang bersangkutan.
Pancasila sebagai Ideologi
Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok
masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau per-
juangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu. Pancasila yang merupakan
jiwa dan pandangan hidup bangsa telah dianggap mampu membawa seluruh bangsa Indo-
nesia menuju ke arah kehidupan yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, meskipun belum
sepenuhnya mencapai tahap masyarakat yang adil dan makmur, yang tata tentrem karta
1
Apabila dalam teori ekonomi barat (Klasik—Neoklasik—Keynesian) diasumsikan
bahwa hakekat manusia adalah egois dan selfish, dalam teori ekonomi “Timur” (Marxian)
manusia dianggap bersemangat kolektif. Dalam amsyarakat Pancasila manusia mencari
keseimbangan antara hidup sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat, materi dan rok-
hani. Manusia Pancasila yang Berketuhanan Yang Maha Esa, selain homo-economicus,
sekaligus homo-metafisikus dan homo musticus. Jadi dalam ekonomi Pancasila tidak
hanya dilihat dari satu segi instink ekonominya tetapi sebagai manusia seutuhnya. Sebagai
manusia yang utuh ia berfikir, bertingkah laku, dan berbuat tidak hanya berdasar rangsang-
an ekonomi saja tetapi juga oleh faktor-faktor sosial dan moral. Faktor sosial dalam hu-
bungannya dengan manusia lain dan masyarakat dan faktor moral dalam hubungannya se-
bagai titah Tuhan dengan penciptanya.
Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dan bertahan sebagai sutau bangsa kare-
na memiliki sistem nilai/falsafah dasar bangsa Indinesia yang menjadi Ideologi bangsa yai-
tu Pancasila. Pancasila telah disepakati menjadi falsafah dasar, sebagai pandangan dan pe-
gangan hidup bangsa, sehingga menjadi moral kehidupan bangsa, menjadi ideologi yang
menjiwai peri kehidupan bangsa baik sosial, budaya, ekonomi, politik, dan hankam.
Pancasila sebagai Ideologi Ekonomi
Istilah “Ekonomi Pancasila” baru muncul pada tahun 1967 dalam suatu artikel Dr.
Emil Salim. Ketika itu belum begitu jelas apa yang dimaksud dengan istilah Ekonomi Pan-
casila. Istilah Ekonomi Pancasila menjadi lebih jelas ketika pada tahun 1979, Emil Salim
membahas kembali yang dimaksud dengan “Ekonomi Pancasila”.
Ekonomi Pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (institutional econom-
ics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara,
yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang In-
donesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila yaitu (1)
etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan so-
sial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan
kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila ke-
lima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila
Ideologi Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” yang mengikat setiap pelaku
ekonomi, yang apabila dipatuhi secara penuh akan mengakibatkan tertib dan teratur-
nya perilaku setiap warga negara. Dan ketertiban serta keteraturan perilaku ini
pada gilirannya akan menyumbang pada kemantapan dan efektifitas usaha perwu-
judan keadilan sosial.
2
Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa moralitas teori ekonomi Adam
Smith adalah kebebasan (liberalisme), dan moralitas teori ekonomi Marx ada-
lah diktaktor mayoritas kaum “proletar”, maka moralitas ekonomi Pancasila
mencakup seluruh asas Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan, Persa-
tuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Pancasila sebagai dasar negara dapat dite-
rapkan dalam kehidupan ekonomi bangsa, negara, dan masyarakat. Sila-sila yang ter-
dapat pada Pancasila sudah seharusnya menjadi dasar pelaksanaan perekonomian Bangsa
Indonesia dan tidak perlu ditawar-tawar lagi. Pancasila sebagai dasar negara sangat sesuai
dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karenanya nilai-nilai yang terkan-
dung pada Pancasila harus nyata kita tampakkan dalam segala aspek kehidupan sebagai jati
diri bangsa Indonesia. Hanya bangsa yang memiliki jati diri luhurlah yang akan memiliki
martabat yang tinggi sebagaimana yang pernah kita rasakan beberapa waktu lalu sebelum
reformasi.
Pelaksanaan Sila-sila Pancasila dalam Ekonomi
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa Pancasila sebagai dasar
negara, maka sila-sila yang terdapat pada Pancasila dapat diterapkan dalam
kehidupan ekonomi bangsa, negara, dan masyarakat sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Menunjukkan bahwa pola perekonomian dige-
rakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral yang sangat tinggi,
yaitu moral manusia yang beragama sehingga para pelaku ekonomi tidak akan semena-
mena karena adanya pengawas tunggal, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ada kehendak kuat dari seluruh masyara-
kat untuk mewujudkan pemerataan-pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas-asas ke-
manusiaan.
3. Persatuan Indonesia. Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan
perekonomian nasional yang tangguh. Ini berarti nasionalisme menjiwai se-
tiap kebijaksanaan ekonomi.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawara-
tan/Perwakilan. Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan meru-
pakan bentuk paling kongkrit dari usaha bersama.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan pada
adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat na-
sional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekono mi un-
tuk mencapai keadilan ekonomi dan keadailan sosial.
3
Aturan main yang diturunkan dari setiap sila dalam Pancasila kita bisa
melihat sejauh mana aturan main tersebut telah bisa ditegakkan dalam masya-
rakat. Misalnya dalam sila Persatuan Indonesia kita bisa meneliti setiap kasus
kebijakan ekonomi yang hendak diambil, apakah akan menyumbang atau ti-
dak pada peningkatan ketangguhan atau ketahanan ekonomi nasional.
spesifik lagi bisa diambil contoh apakah setiap utang baru atau kerja sama eko-
nomi dengan negara lain bisa menyumbang atau sebaliknya mengancam ke-
tangguhan dan ketahanan ekonomi nasional.
Menurut Boediono (mantan Menkeu RI), sistem Ekonomi Pancasila dicirikan oleh
lima hal sebagai berikut:
(1) Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional
(2) Manusia adalah “economic man” sekaligus “social and religious man”.
(3) Ada kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme dan kemerataan sosial.
(4) Prioritas utama kebijakan diletakkan pada penyusunan perekonomian nasional
yang tangguh.
(5) Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi
perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi.
Pancasila, Etika Ekonomi, dan Dunia Bisnis
Dalam melaksanakan sistem ekonomi usaha bersama berdasar asas kekeluar-
gaan, kita mengenal tiga pelaku utamanya yaitu koperasi, usaha negara dan usaha
swasta yang masing-masing pelaku ekonomi mempunyai etika kerja sendiri-sendiri yang
berbeda satu dengan yang lain. Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial
yang dibentuk oleh para anggotanya untuk melayani kepentingan mereka, yaitu
membantu memperjuangkan kepentingan mereka, khususnya dalam upaya me-
ningkatkan kesejahteraannya. Ini berarti misi dan etika kerja (perkumpulan)
koperasi adalah pelayanan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin kepada ang-
gota. Ukuran paling mendasar untuk menilai berhasil tidaknya koperasi adalah
manfaat pelayanan kepada anggota. Etika Ekonomi Pancasila bersumber pada
UUD 1945 khususnya Pasal 33 sebagai sistem ekonomi kekeluargaan, dan pada
Pancasila sebagai pedoman etik yang memberikan semangat dan gerak pembangunan na-
Etika ekonomi usaha negara hampir sama dengan etika ekonomi koperasi
yaitu melayani tetapi sekaligus melindungi kepentingan umum. Orientasi pada
4
pelayanan dan perlindungan kepentingan umum inilah misi utama usaha negara
atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Inilah yang terkandung dalam pengertian ca-
bang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak, harus dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara maksimal
(sebesar-besar kemakmuran rakyat ). Etika ekonomi usaha swasta adalah memproduksi
dan menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat, dengan mengambil keuntung-
an uang dari kegiatan dan usahanya itu. Usaha swasta berkembang karena ada
keuntungan yang bisa diperoleh dan dipupuk.
Apabila wawasan ekonomi Pancasila sudah kita terima sebagai satu-satunya
pegangan etik sistem dan kebijaksanaan pembangunan nasional, maka bisa berubah
menjadi acuan nasional yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Hadiah dan
sangsi atas pelaksanaan atau pelanggaran aturan etik memang bersifat etik pula, yang
pengawasannya tidaklah bisa dilakukan oleh aparat negara dan pemerintah saja.
Pengawasan ini harus melekat pada hakekat moral masyarakat bangsa secara keselu-
ruhan baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar.
Ekonomi Pancasila sebagai ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics)
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila mengandung 5 asas yang mana
semua substansi sila Pancasila yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) ke-
rakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi
yang disusun. Disinilah kelima sila diatas menjadi substansi etika dalam Ekonomi Pancasi-
la. Kalau sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan rangsangan moral maka sila
2 sampai 5 menjadi landasan rangsangan sosial ekonomika etik Ekonomi Pancasila. Eko-
nomi Pancasila dengan kata lain merangkum secara tepat dua elemen utama pencapaian
kesejahteraan ekonomi.
Konsep ekonomika etik ekonomi Pancasila oleh Mubyarto dalam bukunya Sistem
dan Moral Ekonomi Pancasila dicirikan sebagai berikut: (1) Roda perekonomian digerak-
kan oleh rangsangan ekonomi, moral dan sosial. (2) Ada kehendak kuat dari seluruh ang-
gota masyarakat untuk mewujudkan keadaan kemerataan sosial ekonomi. (3) Prioritas ke-
bijaksanaan ekonomi adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat dan tangguh,
yang berarti nasionalisme selalu menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi. (4) Koperasi me-
rupakan soko guru perekonomian nasional. (5) Adanya imbangan yang jelas dan tegas an-
tara sentralisme dan desentralisme kebijaksanaan ekonomi untuk menjamin keadilan eko-
nomi dan keadilan sosial dengan sekaligus menjaga efisiensi dan pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi Pancasila Sebagai Ekonomi Moral
5
Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu (1) Yang
menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup
orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi,
dan lain sebagainya. (2) Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu ju-
ga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Se-
hingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Ke-
dua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan
saling mendukung. (3) Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi
dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
(4) Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas ke-
keluargaan antar sesama manusia.
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus di-
jauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreati-
fitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah
agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
Ekonomi Pancasila mempunyai sistem dan moral tersendiri yang bisa dikenali,
dan sifat-sifat sistem serta moral ekonomi Pancasila telah melandasi atau menjadi pedo-
man aneka perilaku ekonomi perorangan, kelompok-kelompok dalam masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan negara. Sistem serta moral yang dimaksud bersumber
pada ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila meng-
gambarkan secara utuh semangat kekeluargaan (gotong royong) dalam upaya mewujud-
kan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan masyarakat Indonesia.
Ekonomi Indonesia lebih menonjol sebagai ekonomi moral bukan ekonomi
yang terlalu rasional. Ekonomi Pancasila menjunjung tinggi asas keadilan sosial bagi
seluruh rakyat, rupanya apabila harus memilih antara keadilan sosial dan efisiensi, kita
akan cenderung mengorbankan efisiensi. Efisiensi sebagai lawan keadilan rupanya
analog dengan dilema (trade off) antara pertumbuhan dan pemerataan. Masyara-
kat Indonesia cukup cepat bereaksi menginginkan pemerataan pada waktu Pelita I ber-
hasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang kemudian ternyata diikuti me-
ningkatnya ketimpangan ekonomi yang menyolok.
Kiranya jelas bahwa ekonomi Pancasila harus kita akui sudah melekat pada
sistem nilai dan budaya bangsa Indonesia.
mengikis habis sifat-sifat irrasional yang tercermin dalam efisiensi dan produkti-
vitas yang rendah, pada akhirnya kita menghadapi “tantangan” berupa moral
6
ekonomi bangsa yang tidak sepenuhnya bersifat negatif. Dalam hati nurani seba-
gai bangsa masih selalu terselip.perasaan was-was jangan-jangan pengambilan pilihan
yang semata-mata rasional justru akan merugikan dalam jangka panjang dan akhirnya
akan kita sesali.
Masa Depan Ekonomi Pancasila di tengah Arus Dehumanisasi di Era Globalisasi
Kiranya sudah saatnya untuk merumuskan kembali etos global berupa konsensus
mendasar tentang nilai-nilai, norma-norma, dan sikap-sikap tertentu yang dilandasi oleh
prinsip humanum, hakikat manusia. Hal itu dilakukan demi kedamaian umat manusia di-
tengah ancaman globalisasi yang menonjolkan nilai-nilai individualisme dan menggerus
nilai-nilai humanisme. Ini merupakan bel pengingat bahwa etika saat ini mengalami gem-
puran luar biasa dari arus besar nilai-nilai individualisme yang memboncengi persebaran
ideologi kapitalisme dan liberalisme. Individualisme yang mengakar dalam kejatian diri
manusia disinyalir bisa mendorong akumulasi nilai-nilai dehumanisasi karena semangat
egoisme sebagaimana terangkum dalam idiom Betawi elo-elo gua-gua menjadikan manu-
sia tidak peduli satu sama lain dan mau menang sendiri yang lambat laun akan membentuk
pola pikir berupa tidak mau memanusiakan sesama manusia lainnya.
Sebagai sebuah wacana yang terus diupayakan perwujudannya, konsep ekonomika
etik saat ini mengalami tantangan berat dalam merealisasikannya. Mainstream pemikiran
ekonomi kini yang sangat liberal dan kapitalistik kian meminggirkan nilai-nilai etika ke-
manusiaan dalam praktek ekonominya. Hal inilah yang menjadikan agenda memasyara-
katkan ekonomika etik berbasis Pancasila di bumi Indonesia tidaklah semudah membalik-
kan telapak tangan. Banyak rintangan yang akan bermunculan dari pihak-pihak yang diun-
tungkan dengan bertahtanya sistem ekonomi kapitalisme selama ini.
Mungkinkah ekonomika etik bertahta di Indonesia dan menjadi acuan bersama pe-
laksanaan ekonomi nasional? Segala kemungkinan hingga kini masih terbuka lebar. Ada
banyak cara membangkitkan kesadaran pentingnya berekonomi secara etik yang dalam
perwujudannya merupakan bentuk dari Ekonomi Pancasila. Salah satunya melalui revitali-
sasi budaya bangsa Indonesia yang didominasi nilai-nilai komunalisme dan kebersamaan
yang kemudian dipadukan dengan pelaksanaan sistem ekonomi. Nilai kegotongroyongan
dan kekeluargaan yang menjadi etika masyarakat Indonesia yang terhimpun dalam berba-
gai ragam tradisi dan adat masyarakat bisa ditransformasikan tidak hanya dalam berbudaya
namun juga dalam berekonomi. Tidaklah keliru jika Indonesia perlu belajar dari keberhasi-
lan Korea Selatan yang sukses mentransformasikan nilai-nilai budaya yang berangkat dari
tiga prinsip: rajin, mandiri, dan gotong royong untuk menjadi sebuah gerakan nasional be-
rupa Saemaul Undong yang mengantarkan kesuksesan Korea Selatan di bidang ekonomi
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
// Ekonomi Sosialis
Sedikit tentang Ekonomi Sosialis
Harga-harga sumber-sumber daya/ barang-barang dan jasa-jasa ditetapkan oleh pemerintah (sistem subsidi besar-besaran). Gaji dan upah sangat rendah dibandingkan dengan gaji atau upah negara-negara dengan sistem kapitalis. Pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk sewa apartemen, harga barang dan sebagainya. Kaum sosialis sangat mementingkan pemerataan dalam distribusi pendapatan yang dituangkan dalam slogan “sama rata, sama rasa”.
Dalam prakteknya teori ini sulit dilaksanakan. Dalam pemberian imbalah harus ada perbedaan. Contoh penyapu jalan dan dokter spesialis. Agar motif berprestasi dapat tetap dipertahankan. Pada dasarnya apa yang baru saja dibicarakan berhubungan dengan masalah EQUITY (keadilan). Asas keadilan : apa yang berprestasi lebih mendapatkan penghasilan lebih.
“To Each According to His Needs and to Each According to His Ability”
Masing-masing anggota masyarakan mendapat output nasional sesuai dengan kedudukannya. Negara menjamin semua kebutuhan dasar rakyat. Masing-masing anggota masyarakan mendapat bagian output nasional sesuai dengan kemampuannya.
Hak milik privat ditiadakan oleh pemerintah. Pemerintah penguasa tunggal sumberdaya ekonomi dan harta kekayaan (tindakan nasionalisme). Pada perekonomian sosialis sumber daya ekonomi dikuasai oleh pemerintah, digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.
Perniagaan luar negeri = monopoli negara, Hanya badan-badan pemerintah yang boleh melakukan perdagangan internasional. Government to Government, Pengusaha swasta dengan pengusaha swasta, pengusaha ke pemerintah atau pemerintah ke pengusaha swasta.
Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/international-business/1915077-pemerintahan-dan-ekonomi-sosialis/#ixzz1FA3fwjxu
Diposkan oleh uphie blog di 05:29 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
// Ekonomi Liberal
SISTEM EKONOMI PASAR (LIBERAL)
System ekonomi pasar dikemukakan oleh Adam Smith yang dimuat dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the wealth of Nation.
Cirri system ekonomi pasar adalah sebagai berikut :
a. Setiap individu bebas memiliki barang dan alat-alat produksi.
b. Kegiatan ekonomi di semua sector dilakukan oleh pihak swasta
c. Pemerintah tidak ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
d. Modal memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi.
e. Setiap orang diberi kebebasan dalam memakai barang dan jasa
f. Semua kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip laba.
g. Berlakunya persaingan secara bebas.
Kebaikan system ekonomi pasar adalah :
a. Adanya persaingan mendorong manusia atau individu untuk terus maju dan bertindak secara efektid dan efisiien.
b. Tiap-tiap individu bebas memilih pekerjaan yang disukai sesuai dengan minat dan bakatnya.
c. Produksi didasarkan atas kebutuhan masyarakat.
d. Kebebasan memilih alat-alat produksi dan modal.
Keburukan system ekonomi pasar adalah :
a. Persaingan dapat menyebabkan terjadinya penindasan dan monopoli.
b. Karena motif memperoleh laba, tiap-tiap individu hanya mementingkan diri sendiri sehingga pemerataan pendapatan sulit dicapai atau tidak merata.
c. Sulit menghindarkan naik turunnya kehidupan ekonomi sehingga krisis ekonomi lebih mungkin sering terjadi.
d. Timbulnya dampak imbasan.
Ada lima institusi pokok yang membangun sitem ekonomi pasar (liberal), yakni :
a.Hak kepemilikan.
Sebagian besar hak kepemilikan dalam sistem ekonomi liberal(pasar) adalah hak kepemilikan swasta/individu (private/individual property), sehingga individu dalam masyarakat liberal kapitalis lebih terpacu untuk produktif.
b.Keuntungan.
Keuntungan (profit) selain memuaskan nafsu untuk menimbun kekayaan produktif, juga merupakan bagian dari ekspresi diri, karena itu keuntungan dipercaya dapat memotivasi manusia untuk bekerja keras dan produktif.
c.Konsumerisme.
Konsumerisme sering diidentikkan dengan hedonisme yaitu falsafah hidup yang mengajarkan untuk mencapai kepuasan sebesar-besarnya selama hidup di dunia. Tetapi dalam arti positif, konsumerisme adalah gaya hidup yang sangat menekankan pentingnya kualitas barang dan jasa yang digunakan. Sebab tujuan akhir dari penggunaan barang dan jasa adalah meningkatkan nilai kegunaan (utilitas) kehidupan. Sehingga masyarakat liberal kapitalis terkenal sebagai penghasil barang dan jasa yang berkualitas.
d.Kompetisi.
Melalui kompetisi akan tersaring individu-individu atau perusahaan-perusahaan yang mampu bekerja efisien. Efisiensi ini akan menguntungkan produsen maupun konsumen, atau baik yang membutuhkan (demander) maupun yang menawarkan (supplier).
e.Harga.
Harga merupakan indikator kelangkaan, jika barang dan jasa semakin mahal berarti barang dan jasa tersebut semakin langka. Bagi produsen, gejala naiknya harga merupakan sinyal untuk menambah produksi agar keuntungan meningkat.
Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/2003961-sistem-ekonomi-pasar-liberal/#ixzz1FA2FYXOu
// Ekonomi Terpimpin
Sejarah Singkat Bung Hatta Sebagai Pemrakarsa Ekonomi Terpimpin.
Ekonomi terpimpin, kata itu bagi sejarahwan mungkin sudah tidak asing lagi. Pendirinya adalah Mohammad Hatta yang akrab disapa dengan sapaan Bung Hatta. Selain dikenal sebagai proklamator dan pendiri bangsa, beliau juga dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia dan bapak ekonomi Indonesia. Selama beliau hidup, beliau banyak mengabdikan waktunya untuk membaca buku. Sejarah telah mencatat bahwa beliau telah mempunyai koleksi lebih dari 10.000 buku yang berbahasa Jerman, Inggris, Perancis dan tentunya Indonesia.
Bung Hatta telah memulai untuk mengoleksi buku sejak beliau masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Jakarta pada tahun 1919. Seperti tertulis di dalam buku memoarnya yang diterbitkan ulang tahun 2002, Bung Hatta telah mulai mengoleksi buku sejak ia masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Betawi tahun 1919. Ketika itu ia diajak pamannya, Mak Etek Ayub, singgah di sebuah toko buku antiquariat di daerah Harmoni. Mak Etek Ayub menunjukkan kepada Hatta beberapa buku yang dianggapnya penting untuk dibaca. Buku-buku tersebut adalah Staathuishoudkunde (Ekonomi Negara) dua jilid karya NG Pierson, De Socialisten (Kaum Sosialis) enam jilid yang ditulis HP Quack, serta karya Bellamy berjudul Het Jaar 2000 (Tahun 2000).
Ternyata, persoalan yang paling diminati oleh Bung Hatta ialah persoalan seputar tentang ekonomi, sehingga beliau berhasil membuahkan sebuah pemikiran ekonomi di Indonesia seperti ekonomi terpimpin. Sayangnya, di saat ini jarang sekali orang yang tertarik untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran Bung Hatta khususnya di bidang ekonomi. Pemikiran Bung Hatta dianggap telah kehilangan relevansinya.
Pengertian Ekonomi Terpimpin.
Ekonomi terpimpin secara istilah yang disebutkan Bung Hatta yaitu merupakan konsekuensi dan nasionalisme yang timbul sebagai bentuk dari perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme.
Prinsip ekonomi terpimpin sejalan dengan sila ke-5 pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikarenakan adanya pemerataan pembagian kesejahteraan di semua lapisan masyarakat dan mereka dapat merasakannya.
Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.
Ekonomi Liberal dan Dampak Yang Terjadi Bagi Masyarakat.
Jika kita lihat lagi dampak yang ditimbulkan dari adanya ekonomi liberal, dengan demikian maka ketimpangan ekonomi, kesemena-menaan dan kesenjangan sosial akan terjadi. Karena yang kaya akan semakin menjadi kaya sedangkan yang miskin akan semakin menjadi miskin karena tidak adanya pemerataan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Fakta lapangan telah mengatakan bahwa peran liberal hanya dimiliki oleh sekelumit orang saja yang mampu bertahan dalam keadaan tersebut yaitu pemilik modal, singkat kata merekalah pemilik modal, yang memonopoli pasar.
Demikian juga, kebijakan ekonomi Indonesia yang sedikit menganut ekonomi liberal dan tidak tegas yang hanya menguntungkan daerah kaya atau maju tetapi juga mengutungkan orang kaya. Misalnya saja terutama di masa Orde Baru kita melihat bagaimana konglomerat kalau meminjam uang dalam jumlah besar di bank tidak diwajibkan memiliki jaminan atau agunan, sementara pedagang kecil kalau pinjam uang di bank harus memenuhi macam-macam agunan dan kewajiban yang sulit dipenuhi.
Coba kalau kita berkaca kepada sebagian negara yang menggunakan asas ekonomi liberal seperti Amerika Serikat, maka ketidakmerataan pendapatan dalam penduduknya akan dapat sering anda lihat, sekalipun Amerika Serikat tergolong negara yang maju. Para pemilik modal dan jutawan tenar layaknya Donald Trump dan Bill Gates, keduanya akan mampu bertahan dan bahkan terus menguasai, mendominasi dan memonopoli pasar. Sedangkan masyarakat kalangan bawah dan menengah dipastikan akan menjadi korbannya.
Contoh bukti praktek ekonomi liberal di negara kita yang gamblang dapat kita lihat yaitu pada proyek minyak blok Cepu yang pada akhirnya infestor asing (Exxon Mobile) berhasil mengungguli Pertamina selaku perusahaan negara. Belum lagi Freeport di Papua yang dikuasai Infestor asing dari Amerika. Akibatnya eksploitasi tersebut hanya menguntungkan pihak infestor saja, sedangkan mereka tidak memperdulikan Indonesia selaku pemilik bahan bakunya.
Hal ini terjadi karena kurangnya adanya ketegasan dari pihak Indonesianya sendiri. Pemerintah takut akan resiko yang akan dihadapinya jika melaksanakan kebijakan yang dirasa akan merugikan pihak asing.
Dengan demikian jika kita lihat dari contoh di atas maka keadilan sosial tidak akan tercapai dan jauh dari prinsip nasionalisme yang menjunjung tinggi asas keadilan sosial untuk masyarakatnya.
Lain halnya dengan ekonomi terpimpin yang condong mengadopsi pemikirannya dengan pemikiran ekonomi sosialis. Ekonomi terpimpin mempunyai sistem bahwa pemerintah harus turut aktif dalam kegiatan ekonomi.
Keunggulan Ekonomi Terpimpin.
Dalam konteks ini, kita bisa mengingat apa yang pernah ditulis Hatta pada saat dia masih berusia 26 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa (ditulis Maret 1928). Begini ia menulis waktu itu: “Pemerintah harus banyak campur tangan dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin dengan mengadakan petunjuk, tetapi harus bebas dari perbuatan birokrasi. Dalam pelaksanaan ekonomi yang berpedoman kepada prinsip murah, lancar, dan cepat, tidak ada yang lebih berbahaya dari pada birokrasi.”
Dan juga pemerintah selayaknya turut pula memberikan aturan-aturannya. Supaya terciptanya pemerataan ekonomi di semua kalangan masyarakat, sehingga yang kaya tidak semakin kaya sedangkan yang miskin tidak semakin miskin.
Coba kita kembali lagi berkaca kepada salah satu negara yang menggunakan sistem ekonomi sosialis seperti Republik Rakyat Cina. Maka kita akan melihat keadaan pendapatan masyarakatnya yang merata, sehingga tidak akan anda menjumpai permasalahan ketimpangan-ketimpangan ekonomi di negara ini, sekalipun negara ini negara yang mempunyai penduduk terbanyak di dunia.
Bahkan buktinya, kini negara Republik Rakyat Cina mampu menjadi negara urutan ketiga yang pertumbuhan ekonominya melesat pesat setelah urutan pertama diduduki oleh Uni Eropa dan posisi urutan kedua diduduki oleh India.
Dari contoh di atas, dengan itu keadilan sosial untuk rakyat niscaya akan tercapai, keadaan ekonomi akan bertambah baik dan kemajuan untuk negara akan diraih. Seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Pancasila dalam silanya yang ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” yang akan mengantarkan negara untuk memenuhi keadilannya dalam membagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan ini maka cita-cita nasionalisme akan tercapai. Berbicara masalah jenisnya, ekonomi terpimpin dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
1. Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme.
2. Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi.
3. Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme.
4. Ekonomi terpimpin menurut faham kristen sosialis.
5. Ekonomi terpimpin berdasar ajaran Islam
6. Ekonomi terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.
Yang pasti dari enam aliran ekonomi terpimpin itu kesemuanya itu menolak adanya kepentingan individu, yang mana kepentingan orang banyak akan terkalahkan oleh kepentingan segelintir orang tersebut. Hal ini justru benar-benar terlihat dari sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan per-individu saja sedangkan masyarakat banyak yang lebih membutuhkannya malah kenyataannya terabaikan.
Ekonomi Terpimpin dan Nasionalisme.
Pada hakikatnya, adanya konsep ekonomi terpimpin itu disambungkan dengan adanya konsep nasionalisme. Jadi selayaknya ekonomi terpimpin yang paling layak digunakan demi terhubungnya dengan prinsip nasionalisme adalah ekonomi terpimpin yang berdasarkan atas asas sosialisme demokrasi, yang kedua asas ini terkait dengan Pancasila yang berlaku sebagai landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nasionalisme merupakan bentuk atau cerminan dari gerakan yang mana gerakan tersebut memperjuangkan persatuan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Nasionalisme lahir pada masa permulaan abad ke-20 sebagai reaksi atau bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.
Selain itu nasionalisme juga mempunyai beberapa gagasan yang berguna untuk menentang aksi kolonialisme, yaitu:
Aspek Politik.
Yang bertujuan untuk menghilangkan praktek politik asing yang kurang baik dan menggantinya dengan sistem pemerintahan yang berdaulat kepada rakyat.
Aspek sosial ekonomi.
Yang bertujuan untuk memberantas eksploitasi ekonomi asing dan membangun masyarakat baru yang bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Aspek budaya.
Yang bertujuan untuk mengembalikan kepribadian bangsa yang harus disesuaikan dengan perubahan zaman seperti sekarang. Hal ini bertujuan untuk menyaring kelayakan budaya luar negeri yang masuk ke dalam Indonesia yang disesuaikan dengan berbagai macam pandangan-pandangan.
Jadi dengan berbagai penjelasan di atas, tentunya sudah kita lihat bahwa nasionalisme hanya pantas menggandeng dan disandingkan dengan sistem ekonomi terpimpin yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya.
Ekonomi terpimpin yang bersifat sosialis bersifat membatasi dalam menyikapi antara keikutsertaan pihak pemerintah dan pihak individu dalam kegiatan ekonominya, keterlibatan adanya campur tangan pemerintah atau negara adalah dibatasi. Sedangkan bagi pihak individu atau pemilik modal juga tidak 100% keberadaannya dimusnahkan. Mereka tetap boleh mempunyai hak untuk bergabung. Hanya saja antara pihak pemerintah dan pihak individu dalam ruang lingkup ekonomi terpimpin sosialis dibatasi. Hal ini diberlakukan hanya untuk mengupayakan terlebih dahulu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak.
Menurut Lerner dalam bukunya The Economics of Control, sistem ekonomi terpimpin yang berasaskan sosialis telah memasukkan kedalamnya beberapa dari unsur-unsur ekonomi liberal. Menurutnya ekonomi liberal dan ekonomi sosialis dapat disatukan dan didamaikan menjadi “Welfare Economics”, yaitu sebuah bentuk dari kemakmuran ekonomi. Hal ini telah dipraktekkan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa setelah perang dunia I.
Pada sistem ekonomi terpimpin sosialis, ada hal yang harus dilaksanakan. Yang pertama ialah sumber ekonomi yang ada haruslah dikerjakan, supaya tidak adanya terbuka lahan baru untuk pengangguran akan tetapi membuka lahan baru untuk mencipitakan tenaga kerja.
Kedua, membagi hasil pendapatan dengan adil merata tanpa ada jatah hasil pendapatan yang lebih besar dikarenakan pangkat atau derajat. Dengan diterapkannya hal ini, maka kesenjangan sosial atas yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi, semua rakyat akan menikmati hasilnya. Tulisan lain yang ditulis Hatta tahun 1957 yang masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini adalah tentang Kemiskinan dan kesenjangan. Begini waktu itu dia menulis: “…. Miskin tetap miskin dengan tidak ada perspektif. Keadaan masyarakat kita sekarang hanya menyatakan pertentangan hebat antara si kaya dan si miskin . Antara sekelompok manusia yang hidup mewah dengan banyak orang yang tidak berada. Tidak sedikit pula rakyat yang hidup menderita…”
Data Bappenas yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini naik menjadi 49,5 juta orang atau 24,23 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu 31,9 juta orang berada di pedesaan dan 17,6 juta orang di perkotaan. Bila dilihat secara geografis maka 59 persen penduduk miskin ada di Pulau Jawa dan Bali, 16 persen di Sumatera, serta 25 persen menyebar di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Kalau dipertanyakan lagi dari keadaan yang terjadi sekarang ini, itu terjadi bukanlah karena Indonesia negara yang miskin. Akan tetapi keadaan ini terjadi karena salahnya kebijakan pemerintah yang diambil. Yang selalu berpihak pada posisi yang kaya, khususnya pada zaman orde baru.
Jadi apa yang diprihatinkan Hatta waktu itu ternyata sampai sekarang masih terjadi dan bahkan seperti telah diumumkan oleh Bappenas, jumlah orang miskin di Indonesia malah naik. Kesetaraan dalam lapisan masyarakat akan dapat diwujudkan, sehingga kesejahteraan di antara kalangan masyarakat akan dapat diraih secara keseluruhan.
Ketiga, bentuk dari pemonopolian dan peng-oligopolian harus dihapuskan dalam kegiatan ekonomi. Karena hanya akan menyebabkan kerugian di salah satu pihak. Dan juga hanya akan menimbulkan eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar pula.
Bentuk Cita-cita Dari Ekonomi Terpimpin dan Demokrasi.
Telah dijelaskan bahwa ekonomi terpimpin adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan atas nasionalisme dan demokrasi. Menurut master ekonomi Indonesia yaitu Bung Hatta, tujuan ekonomi terpimpin dalam bidang demokrasi ialah negara mampu mencapai kemakmuran bagi hidup rakyatnya. Tiada lagi salah satu rakyat dari suatu negara itu yang tidak mendapatkan kenikmatan dari makmurnya suatu negara itu.
Negara harus lebih mendahulukan kepentingan masyarakatnya terlebih dahulu daripada segelintir individu yang kepentingannya berbeda dengan rakyat. Akan tetapi individu tersebut tidaklah harus mutlak atau murni dihilangkan.
Secara umum cita-cita dari adanya ekonomi terpimpin ada empat, yaitu yang pertama untuk membuka lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat. Secara otomatis maka angka pengangguran akan terkurangi bukannya justru menutup lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat seperti yang dipraktekkan oleh ekonomi liberal. Intinya tiada lagi angka kemiskinan.
Yang kedua ialah adanya standarisasi hidup yang baik bagi masarakat banyak secara keseluruhan. Artinya dalam hal ini negara telah menjamin hidup masyarakatnya akan lebih baik dan sejahtera, seperti yang telah diidamkan mereka.
Cita-cita yang ketiga ialah semakin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan memperata kemakmuran. Dengan ini, negara tersebut akan tumbuh menjadi negara yang maju dan rakyatnya akan mampu mengagungkan nama harum negaranya di dunia internasional.
Cita-cita yang keempat ialah untuk terciptanya keadilan sosial. Sehingga tidak akan ditemukannya lagi ketimpangan-ketimpangan ekonomi dalam kesemua masyarakatnya, sehingga ketidak-adilan pada masa orde baru seperti perhatian terhadap status kekayaan pada seseorang akan terhapuskan. Hal ini jelas-jelas telah menyinggung hak asasi manusia dan tidak layak untuk dijadikan sebagai pegangan.
Harapan saya, Indonesia dalam kegiatan ekonominya mengikuti jejak ekonomi terpimpin. Dan Indonesia dapat berubah menjadi wujudnya yang sejahtera, masyarakat yang ada di dalamnya akan makmur sejahtera dan diakui kesejahteraannya oleh dunia Internasional, sehingga Indonesia tidak gampang diremehkan oleh negara lain seperti sekarang ini, baik dalam hal ekonomi maupun birokrasinya. Selain itu juga dapat mengambil kembali gelar Macan Asia yang sudah sempat terkembang pada zaman pemerintahan orde baru.
REFERENSI
Abdul Hadi WM. Diakses dari the Djalal center
Nugroho SBM, SE, MSP. Harian Suara Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar