.: Manajemen Belajar di Perguruan Tinggi:.
A. Cara Mengikuti Kuliah
1. Masuk Tepat Waktu
Cara kuliah di perguruan tinggi yang ikut mempengaruhi kesuksesan studi adalah masuk kuliah tepat waktu. Masuk ruangan kuliah lima menit sebelum dosen datang dan masuk lebih baik daripada terlambat. Mahasiswa yang lebih dulu masuk ruangan dapat mempersiapkan diri danmenata peralatan yang diperlukan selama menerima kuliah dari dosen. Suasana hati tenang. Alam pikiran dapat dicurahkan untuk menelaah ringkasan kuliah yang tersimpan dengan rapi dalam catatan kuliah. Ketika dosen masuk, kita sudah siap secara fisik maupun mental untuk menerima kuliah dari dosen. Konsentrasi dapat didayagunakan untuk menyerap pokok-pokok bahasan dari bahan kuliah yang disampaikan oleh dosen.
Mahasiswa yang terlambat masuk kuliah akan mendapatkan kerugian, tidak hanyatertinggal mencatat bahan kuliah, tetapi juga sukar mengerti pokok bahasan apa yang telahdisampaikan dan dibahas oleh dosen. Keadaan seperti ini biasanya sukar dihindari. Belum lagimasalah beradaptasi dengan suasana ruangan kuliah dan mencari-cari di mana tempat duduk yangmasih kosong. Keterlambatan kita masuk kuliah cenderung mengganggu jalannya perkuliahan.Boleh jadi dosen menghentikan pemberian bahan kuliah untuk sementara, karena terganggu oleh kitayang masih belum juga mendapatkan kursi. Konsentrasi mahasiswa yang sedang menerima kuliah terpecah karena terpancing memperhatikan perilaku kita yang lalu lalang, hilir mudik di sekitar kita.
2. Duduk di Kursi Depan
Pada umumnya kuliah diperguruan tinggi hanya memakai kursi tanpa meja, kecuali dosenyang memakai kursi dan meja. Walaupun begitu, kursi-kursi tempat duduk itu sudah dirancangdemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk menulis/mencatat. Pada sandaran untuk tumpuantangan kanan bentuknya diperlebar sebatas keperluan meletakkan buku catatan. Itulah yang dapat dipergunakan sebagai meja untuk menulis atau mencatat materi kuliah.
Ketika perkuliahan sedang berlangsung di kursi-kursi itulah para mahasiswa duduk berjajardari kiri ke kanan, dari depan ke belakang. Dalam memberi kulaih, dosen biasanya tidak menggunakan alat pengeras suara. Hal ini jelas, hanya dapat didengar jelas oleh mahasiswa tertentu. Mahasiswa yang duduk di kursi depan tentu lebih jelas mendengarkan apa yang diceramahkan dosen. Sedangkan mahasiswa yang duduk di kursi paling belakang kurang jelas mendengarkan apa yang diceramahkan dosen. Dalam hal daya jangkau ketajaman pandangan mata, jelas mereka yang duduk di kursi depan lebih jelas melihat apa yang dosen tuliskan di papan tulis. Sedangkan bagi mahasiswa yang duduk di kursi belakang terkadang kurang dapat melihat dengan jelas apa yang dosen tuliskan di papan tulis.
Duduk di kursi depan lebih banyak membantu untuk meningkatkan konsentrasi dan dapat memperkecil berbagai macam gangguan yang tidak diinginkan. Suara dosen yang rendah dapat didengar. Tulisan yang terlalu kecil atau cukup kecil pun dapat dilihat tanpa harus bertanya kepada mahasiswa yang duduk di samping kiri atau kanan, muka atau belakang. Dalam hal untuk memperoleh kesempatan bertanya lebih besar kemungkinannya. Lain halnya bagi mahasiswa yang duduk di kursi belakang. Mereka tentu merasakan kurang dapat mendengar apa yang dosen jelaskan. Kurang dapat melihat tulisan yang cukup kecil yang dosen tuliskan di papan tulis.
3. Mendengarkan Ceramah Dosen
Pada umumnya kuliah diperguruan tinggi lebih banyak mendengarkan. Dosen lebih banyak berceramah daripada menggunakan metode tanya jawab. Ini berarti metode ceramah adalah metode yang utama di perguruan tinggi. Inilah gambaran yang selama ini terlihat bila perkuliahan di dalam ruangan.Akibat metode ceramah yang dipergunakan dosen dalam menyampaikan materi kuliah, maka mahasiswa diharuskan menjadi pendengar yang baik. Tidak dibenarkan berbincang-bincang sekali waktu ketika dosen sedang memberikan ceramahnya. Sebab hal ini akan mengganggu jalannya prkuliahan. Selain merugikan diri sendiri, juga merugikan mahasiswa lain yang ada di sekitar mahasiswa yang berbincang-bincang tersebut. Bila dosen mengetahui ada di antara mahasiswa yang berbicara, maka dosen tersebut pasti akan menegurnya agar jangan berbicara. Inilah sisi tertentu yang menjadi titik kelemahan metode ceramah. Oleh karena itu, metode ceramah menuntut kepada objeknya menjadi pendengar yang baik.
Tetapi terlepas dari permasalahan dapat menyerap atau tidak terhadap isi yang diceramahkan oleh dosen, yang pasti aktivitas mendengarkan materi yang diceramahkan oleh dosen adalah penting selama mengikuti kuliah di dalam suatu ruangan. Bila tidak, maka sia-sialah mengikuti kuliah selama sekitar dua jam atau lebih.
4. Mencatat Hal-hal yang Penting
Dalam mengikuti kuliah, tidak semua apa yang dosen ceramahkan harus dicatat. Kata demi kata atau kalimat demi kalimat dicatat, tidak diadakan pemilihan mana yang penting dan mana yang tidak penting, adalah cara mencatat yang kurang tepat. Seharusnya dicari mana informasi fokusnya dan mana yang bukan. Dengan cara begitu, maka mahasiswa tidak perlu mencatat semua apa yang dosen sampaikan. Cukup hal-hal yang dianggap penting saja.
Pikiran-pikiran tambahan yang timbul dari diri sendiri karena asosiasi bahan kuliah yang didengar, baik berbentuk penambahan, sanggahan, ataupun pertanyaan sebaiknya dicatat sebagai nilai tambah dalam membuka wawasan. Pikiran-pikirann tambahan ini biasanya muncul pada pertemuan-pertemuan tertentu selama ada bahan apersepsi di dalam diri mahasiswa.
Agar permasalahan di atas menjadi jelas, ada baiknya dibutiri sebagai berikut.
a. Mencatat semua hal yang penting saja, dan yang lansung berhubungan dengan pokok pembicaraan. Bersikap pendengar aktif.
b. Mencatat pikiran-pikiran tambahan yang timbul dari diri sendiri karena asosiasi bahan kuliah yang didengar, baik berbentuk penambahan, sanggahan, ataupun pertanyaan.
c. Sekaligus menyusun pikirannya dan menggolongkan bahan itu dalam catatan, tanpa mengharapkan bantuan catatan orang lain. Demikianlah uraian ini semoga bermanfaat..
5. Mencatat Hal-hal yang Belum Jelas
Dalam menyampaikan materi kuliah, dosen pasti menempatkan penekanan pada permasalahan tertentu. Hal-hal lainnya yang dosen anggap kurang penting biasanya tidak diberikan penekanan yang berarti. Hal ini yang memberikan perbedaan dalam penjelasannya. Materi yang dosen anggap penting diuraikan secara panjang dan lebar. Sedangkan materi yang dosen anggap kurang penting cukup disinggung saja.
Bagi mahasiswa, hal-hal yang belum jelas tidak mesti berpangkal dari penjelasan yang kurang memadai, tetapi bisa juga dari penjelasan secara panjang dan lebar. Perlukah hal itu dipermasalahkan? Hal itu perlu dipermasalahkan selama berhubungan dengan pokok permasalahan yang menjadi tujuan dari perkuliah. Bila tidak ada hubungannya, sebaiknya abaikan saja, kecuali hal itu sebagai perantara untuk meningkatkan pemahaman atas materi yangdikuliahkan.
Permasalahan-permasalahan yang belum jelas dan masih berhubungan dengan tujuan kuliah itulah yang perlu dicatat. Pemecahannya tergantung kepada mahasiswa, apakah bertanya dengan teman di luar jam kuliah, apakah dengan membaca buku untuk menjawabnya, atau mengajukan pertanyaannya kepada dosen sewaktu kuliah berlangsung dan tentu saja kesempatan untuk bertanya itu disediakan.
6. Bertanya Jika Ada Pertanyaan
Kesempatan untuk bertanya terbuka, maka ajukanlah pertanyaan yang bertolak dari permasalahan yang belum jelas itu. Jangan takut dan jangan gentar. Jangan gugup dan jangan ragu. Yakinkan bahwa itu memang permasalahan yang patut untuk dipertanyakan pada dosen.
Banyak mahasiswa yang takut bertanya tentang hal-hal yang dirsakannya belum jelas, sehingga menjadi beban berkepanjangan. Permasalahan materi kuliah yang lama belum terpecahkan muncul lagi permasalahan materi kuliah yang baru. Akhirnya, semua masalah itu menjadi teka-teki yang memecahkan konsentrasi sebagai akibat takut bertanya dan kurang kreatif mencari alternative pemecahannya..
7. Ajukan Tanggapan Balik jika Perlu
Sebagai embrio intelektual muda, mahasiswa tidak selalu menerima apa yang dosen sampaikan dalam perkuliahan, walaupun dituntut sebagai pendengar yangbaik. Karena apa yang dosen sampaikan itu belum tentu sesuai dengan pendapat sendiri. Sekali waktu tentu ada saja materi yang diceramahkan dosen bertentangan dengan pendapat sendiri disebabkan sudut pandangyang berbeda. Perbedaan itu disebabkan adanya bahan apersepsi yang telah ditemukan dalam berbagai literatur yang telah dibaca sebelumnya.
Hal-hal yang bertentangan dengan pendapat sendiri, dan hal-hal yang ingin ditambahkan dari apa yang dosen ceramahkan merupakan momen yang tepat dan landasan yang baik untuk memberikan tanggapan atas apa yang dosen ceramahkan. Tanggapan di sini jangan disamakan dengan mengajukan pertanyaan pada dosen walaupun pada dasarnya keduanya sama. Tanggapan lebih umum sifatnya daripada bertanya. Bertanya berada dalam ruang lingkup tanggapan. Jadi, bila bertanya pasti memberikan tanggapan. Tetapi bila memberikan tanggapan belum tentu bertanya.
Dengan memberikan tanggapan atas apa yang dosen ceramahkan akan menghidupkan suasana kuliah. Dan hal inilah yang diharapkan dosen dari setiap mahasiswanya. Dosen selalu bertanya dalam dirinya, apakah mahasiswanya mengerti terhadap materi yang disampaikan atau apakah dapat diserap sebagian besar materi yang diterangkan dalam jangka waktu tertentu, bila dari mahasiswanya tidak memberikan tnggapan atas apa yang dia sampaikan.
Mahasiswa yang kreatif biasanya senang bila diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan, entah tanggapan itu dalam bentuk sanggahan atau sanggahan. Tentu saj asanggahan itu tidaksekedar sanggahan, tetapi sanggahan yang disertai dengan alas an-alasan yang argumentative dengan pegangan dalil, konsep atau prinsip, atau dengan mengutip pendapat seorang ahli. Tambahan diberikan sebagai pelengkap dari uraian yang dosen sampaikan, bukan mencari kesalahan dan kelemahan dosen.
8. Mencatat Penugasan dari Dosen
Selama mahasiswa berkuliah diperguruan tinggi pasti tidak pernah sepi dari berbagai macam penugasan yang harus diterima dari setiap dosen. Tidak ada satupun dosen yang tidak memberikan penugasan pada mahasiswa. Paling tidak penugasan itu berhubungan dengan tugas pembuatan paper terstruktur (paper wajib).
Untuk dosen-dosen tertentu ada juga yang menugaskan kepada mahasiswa untuk membuat ringkasan kuliah (ihtisar) atau resume atau mengkliping artikel beserta tanggapannya. Hal ini tidak bisa tidak harus mahasiswa kerjakan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan jangka waktunya. Mengabaikannya sudah pasti dijamin tidak lulus untuk suatu mata kuliah. Dosen tidak mau tau kenapa tugas wajib tidak dikerjakan. Yang dia tahu hanyalah tidak mengrjakan tugas yang diperintahkan. Karena tidak mengerjakan tugas berarti menentang peraturan. Jadi, wajar saja tidak diluluskan.
Keterlambatan menyelesaikan tugas boleh jadi disebabkan lupa, karena tidak mempunyai catatan dalam agenda catatan. Tidak membuat tugas dalam bentuk paper bisa juga disebabkan tidak mencatat penugasan itu sewaktu dosen menyampaikannya di ruang kuliah, dengan alas an dapat diingat dengan otak. Jangan terlalu percaya dengan daya ingat otak. Ingatan manusia terbatas. Kekuatan catatan relatif lama. Maka catatlah semua penugasan dari dosen, sehingga dapat memperhitungkan pengerjaan dan penyelesaiannya. Jangan menunda-nunda pengerjaan, karena hal itu akan membebani pikiran. Pekerjaan mengingat-ingat sesuatu yang belum diselesaikan adalah kegiatan yang melelahkan kerja otak dan memngganggu mengerahkan konsentrasi dalam belajar. Akhirnya penugasan dari dosen lebih baik dicatat di dalam agenda dari pada mempercayakannya pada kekuatan ingatan sebelum acara diskusi. Orangnya diakui mampu membuat makalah dan mempertahankan di depan peserta diskusi.
Ketika diskusi berlangsung bukan hanya pemakalah yang memegang makalahnya, tetapi juga setiap peserta memiliki makalah. Makalah itu harus sudah ada ditangan peserta dua hari sebelum acara diskusi dimulai. Apabila dalam acara diskusi hanya pemakalah yang mempunyai makalahnya, sedangkan semua peserta tidak memilikinya, maka diskusi yang akan dilaksanakan kurang semarak. Karena sebagian besar peserta kurang munguasai masalahnya, akibat pada hari sebelum pelaksanaan diskusi tidak ada makalah yang seharusnya mereka baca.
Dalam acara diskusi, setiap peserta harus sudah mengetahui dan meguasai masalah yang akan didiskusikan. Jangan datang keacara diskusi dengan pemikiran kosong, sehingga pada akhirnya hanya bertindak sebagai peserta pasif. Berlaku pasif dalam diskusi tidak benar. Ada pendapat tetapi selalu mengikuti pendapat peserta terdahulu, adalah suatu sikap yang kurang baik. Apalagi mengikuti pendapat orang lain itu tidak disertai dengan pendapat yang argumentatif.
Diskusi mempunyai andil yang besar dalam membentuk kepribadian mahasiswa. Mahasiswa yang terbiasa diskusi tidak mempunyai masalah dalam hal mengemukakan pendapat di forum-forum tertentu. Misalnya dalam acara diskusi panel, sarasehan, seminar, atau dalam acara loka karya. Soal bermain kata-kata atau kalimat juga tidak diragukan dapat memukai para pendengar. Ketika tampil ditengah-tengah masyarakat bukannya gugup, tetapi dengan sikap tenang dan meyakinkan, percaya diri sendiri dan jauh dari psimistis.
9. Selesaikan Tugas Tepat Waktu
Semua tugas yang dosen berikan harus dilaksanakan dan diselesaikan tepat pada waktunya. Jangan mengeluh dengan melihat tugas-tugas yang bertumpuk tumpuk yang diberikan oleh setiap dosen. Karena tidak ada seorang dosen pun yang memberikan tugas tanpa tenggang waktu. Dosen biasanya memberikan batas waktunya cukup lama. Tidak ada yang menghendaki tugasnya harus diselesaikan selama satu hari dan dikumpulkan pada besok harinya. Kecuali mahasiswa itu sendiri yang menghendaki tugas itu diselesaikan dalam waktu satu hari. Kalaupun yang disebutkan terkhir ini ada, tetapi sangat jarang terjadi atas diri mahasiswa. Apalagi ditambah dengan kekurangan atau ketiadaan literatur sebagai bahan rujukan.
Sekiranya masih ada waktu yang tersisa dalam menyelesaikan tugas yang satu, sebaiknya waktu yang tersisa itu digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang belum selesai. Tugas yang diselesaikan lebih awal adalah lebih baik daripada menunda-nunda penyelesainnya. Menunda-nunda penyelesaian tugas-tugas kuliah adalah suatu sikap yang kurang menguntungkan. Banyak mahasiswa yang resah dan gelisah akibat menunda-nunda penyelesaian tugas-tugas. Tidur kurang nyenyak, duduk tidak tenang, berjalan diburu-buru waktu, istirahat tidak sepenuhnya dapat dinikmati, dan sebagainya.
Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa penyelesaian tugas jauh-jauh hari memudahkan memudahkan mengadakan perbaikan jika ada kesalahan di dalamnya. Sekiranya tugas yang diselesaikan itu paper, maka paper itu dapat diperbaiki bila kesalahan yang terjadi pada kata-kata atau kalimat, pada daftar isi, pada kata pengantar, pada bab I, atau pada bab-bab berikutnya.
10. Membentuk Kelompok Belajar
Karena setiap mahasiswa dituntut untuk kreatif maka membentuk kelompok studi adalah sebagai jawabannya. Kelompok studi memegang peranan yang cukup penting dalam menunjang kesuksesan studi mahasiswa diperguruan tinggi. Bahan manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan ini, misalnya setiap masalah yang tidak dapat dipecahkan sendirian, dapat dipecahkan dalam kelompok studi, kelemahan terhadap suatu bidang studi atau mata kuliah tertentu dapat diperbaiki dengan bantuan kawan sekelompok, dapat dijadikan sebagai wadah konpetisi yang sehat diantara kawan sekelompok, motifasi belajar menjadi meningkat, dapat merasakan senasib dan sepenanggungan, dan sebagainya.
Membentuk kelompok studi berarti melatih diri untuk berorganisai. Kelompok studi yang baik adalah bila semua anggota terkordinasi dengan baik, kelompok studi itu didukung pula oleh kebutuhan anggota yang sama. Agar kelompok studi tetap langgeng, sebaiknya tentukanlah ketua, sekretaris, dan bendahara berdasarkan kesepakatan bersama. Kemudian untuk Pembina, tentukanlah pula. Pembina sebaiknya seorang dosen yang berkepribadian terbuka untuk membina.
Masalah pelaksanaan kegiatan studi tidak harus setiap hari. Terlalu sering pertemuan kurang baik, sebab hal itu bisa mengganggu kegiatan perkuliahan. Alokasi waktu yang baik adalah tidak bertabrakan dengan jadwal kuliah untuk masing-masing anggota. Dalam hal ini yang tepat adalah pada hari Minggu. Tetapi tidak menutup kemungkinan pada hari-hari lain, selama tidak mengganggu waktu perkuliahan. Pertemuan tengah bulanan perlu dilakukan agar komunikasi antara anggota tidak terputus. Keakraban anggota menjadi lebih terjamin. Berbagai persoalan studi anggota dapat dimonitor dalam agenda kesulitan studi mahasiswa.
11. Kenali Tipe Dosen
Dosen diperguruan tinggi tidak hanya satu, dua atau tiga orang, tetapi dalam jumlah yang cukup banyak. Setiap dosen mempunyai sikap, pembawaan, gaya bicara dan penampilan. Mereka mempunyai cirri khas masing-masing, hanya pada unsur-unsur tertentu yang mempunyai kesamaan. Misalnya mengenai jenis kelamin, mata, telinga, mulut, dan sebagainya. Wawasan keilmuan setiap dosen berbeda-beda, setiap dosen berfariasi dalam menanggapi masalah, gaya-gaya mengajar mereka berlainan, suara mereka ada yang nyaring dan ada pula yang cukup nyaring. Dalam mengajar, ada yang duduk saja dikursi sambil menjelaskan materi kuliah dan ada pula yang duduk, berdiri, menuliskan sesuatu di papan tulis, dan sebagainya. Sikap mereka terkadang ada yang terbuka dengan mahasiswa dan ada pula yang tertutup.
Mahasiswa sebaiknya mengetahui kepribadian dosen sebagaimana disebutkan di atas. Pengetahuan yang demikian dapat dimanfaatkan untuk menyusun taktik belajar diperguruan tinggi. Mahasiswa yang tidak mau tahu dengan gaya-gaya mengajar dosen akan sulit menyerap bahan kuliah. Mahasiswa yang tidak menguasai gaya bahasa dosen juga mengalami kesukaran mencari pokok pikiran dari apa yang dikatakannya.
12 .Kreatif Berdialog dengan Dosen
Dosen yang memberikan sejumlah ilmu jangan dijauhi, tetapi harus didekati, dengan begitu akan terjalin keakraban antara dosen dengan mahasiswa. Saling kenal- mengenal kepribadian masing-masing akan memudahkan dalam mengadakan penyesuaian. Pengertian pun akhirnya tumbuh. Dosen merasakan mahasiswa sebagai anak didiknya, dan mahasiswa pun merasakan dosen sebagai orang tuanya.
Saling keterbukaan yang bertolak dari saling pengertian akan melahirkan dialog. Mahasiswa tidak merasa takut berkonsultasi dengan dosen, karena dosen tidak menutup diri dengan dalih banyak pekerjaan atau karena tidak ingin selalu diburu-buru oleh mahasiswa. Tentu saja konsultasi di sini tanpa tempat yang pasti. Di mana saja mahasiswa dapat berkonsultasi dengan dosen.Entah ketika di jalan, di kantor, di warung, di sisi ruang kuliah, di bawah pohon, dan sebagainya, selama ada kesempatan. Inilah konsep dialog kreatif mahasiswa dengan dosen yang dikehendaki. Sebab hanya dengan cara inilah salah satu alternatif untuk membuka pintu keharmonisan. Bila tidak, maka mahasiswa tetap mempunyai setumpuk persoalan dalam tanda tanya.
Oleh karena itu, mahasiswa harus mendatangi dosen di mana dia berada. Tetapi harus diingat, jangan waktu dosen sedang sibuk dengan tugas-tugasnya. Carilah waktu-waktu senggang atau lowong, sehingga dapat leluasa berdialog. Dialog ilmu sesuai dengan keahlian dosen. Jangan asal berdialog tanpa tujuan yang jelas. Tentukan apa yang ingin dicari, baru berdialog dengan dosen. Itulah caranya.
13 . Memanfaatkan Perpustakaan Perguruan Tinggi
Setiap perguruan tinggi/universitas pasti mempunyai perpustakaan, baik di daerah ibu kota maupun di setiap propinsi di Indonesia. Tak peduli apakah perguruan tinggi itu sudah maju atau belum. Hanya yang membedakannya adalah lengkap tidaknya literatur yang mengisinya. Tertata tidaknya administrasi di dalamnya, baik tidaknya layanan personel perpustakaan melayani pengunjungnya setiap hari dan waktu dan bahkan setiap menit.
Sebagai mahasiswa yang dikaderkan sebagai kader bangsa yang intelektual, ironis sekali tidak pernah berkunjung untuk membaca dan meminjam literatur di perpustakaan. Ini namanya saja mahasiswa yang bergelar "maha", tetapi kurang memanfaatkan lahan ilmu. Terbuai dengan kata "maha" dan lupa daratan. Mahasiswa bukan sekedar simbol diri tanpa merasakan beban moral. Di dalam kata mahasiswa tersimpan beban moral yang menuntut tanggung jawab dari pemiliknya. Salah satu tuntutan moral yang harus mahasiswa jawab adalah membekali diri dengan ilmu sebanyak-banyaknya. Gudang ilmu yang dapat dilihat dan dikunjungi adalah perpustakaan. Kesanalah mahasiswa harus berkiblat dalam rangka menimba ilmu.
Perpustakaan dengan semua pustakanya telah disiapkan oleh pemimpin perguruan tinggi bagi kepentingan mahasiswa selama berkuliah di sana. Setiap hari dibuka untuk memberikan pelayanan kepada mahasiswa yang ingin membaca buku, meminjam buku, berdiskusi dan sebagainya. Keterbukaan itu sebaiknya ditanggapi juga dengan sikap terbuka segera membuka diri. Sehingga perpustakaan benar-benar berarti di perguruan tinggi.
Mahasiswa jangan terlalu berharap untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik berdasarkan ilmu, tanpa memanfaatkan perpustakaan. Kecuali Indeks Prestasi Komulatif (IPK) itu didapatkan dengan cara yang curang. IPK yang didapat berdasarkan cara-cara kecurangan bukanlah prestasi belajar yang sejati. Hanya prestasi belajar yang didapatkan dengan memanfaatkan ilmulah yang bisa dikatakan prestasi belajar yang sejati. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda ingin menjadi mahasiswa yang bermental ilmu dan bersikap intelektual? Jawablah sendiri!
14. Mengenal Tradisi Perguruan Tinggi
Setiap perguruan tinggi memiliki tradisi. Tradisi adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku turun temurun. Di perguruan tinggi tradisi yang sering dilihat adalah kegiatan dies natalis, lomba karya tulis ilmiah, melakukan penelitian, yudicium sarjana, wisuda sarjana, pengabdian pada masyarakat, dan sebagainya.
Selain tradisi-tradisi di atas, tradisi perbaikan nilai adalah tradisi yang juga ada pada perguruan tinggi tertentu. Tradisi yang satu ini adalah tradisi yang menggembirakan bagi mahasiswa. Sebab tradisi ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang mempunyai nilai cukup (C) untuk memperbaikinya pada semester mendatang untuk mata kuliah yang sama. Artinya, mahasiswa boleh mengikuti kuliah untuk mata kuliah yang pada semester lalu mendapat nilai cukup (C). perbaikan nilai dimaksudkan di sini bukan dosen yang memberi nilai kepada mahasiswa yang bersangkutan, tetapi mahasiswa itu sendiri yang berusaha untuk memperbaiki nilainya dengan cara menguasai materi kuliah yang diberikan dosen. Sekiranya tidak menguasai materi kuliah dan tidak dapat menjawab sebagian besar soal-soal yang diajukan dosen dan kemudian dosen memberikan skor C adalah resiko. Jadi, jangan sangkal dan menyalahkan dosen dalam hal ini.
Tradisi ini hanya untuk diketahui dan sebaiknya jangan terlalu berharap. Lebih baik mendapat nilai baik dari awal daripada mendapat nilai baik sesudah perbaikan. Tetapi tidak ada salahnya nilai yang cukup itu diperbaiki sementara ada kesempatan.
.:2.Manajemen Diri Sendiri, Sukses Mencapai Cita-cita:
Mulailah dari diri sendiri! Pesan ini begitu mulia. Sebelum kita repot-repot dengan urusan orang –yang belum tentu orang itu merasa suka kita urus- ya lebih baik kita mengurus diri sendiri dulu. Sebelum kita melihat-lihat kesalahan orang lain, sangat baik kita melihat kesalahan diri kita sendiri dulu. Sebelum kita memperbaiki orang lain, lebih baik kita perbaiki diri kita sendiri dulu.
Ada hadits lain yang sesuai dikaitkan dengan hadits di atas, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanyai tentang kepemimpinannya.” (Riwayat Muslim). Kaitannya? Sebelum memimpin orang lain, seharusnya kita bisa memimpin diri sendiri dulu. Kenyataannya, banyak orang yang ingin menjadi pemimpin, tetapi tidak banyak yang menyadari bahwa, untuk memimpin orang lain, seseorang terlebih dahulu harus terampil dalam memimpin diri sendiri. Hasil pimpinan orang yang nggak bisa memimpin diri sendiri bisa jadi merupakan masalah ruwet. Sebenarnya sih, nggak bisa ditolak, entah kita jadi pemimpin orang lain atau tidak, kita pasti telah menjadi pemimpin diri sendiri. Nah, sangat baik, kalau kepemimpinan untuk diri sendiri ini kita sukseskan dulu, agar kualitas hidup kita meningkat.
”Self-awareness” Paham diri sendiri merupakan dasar untuk memperbaiki kinerja maupuan untuk meningkatkan rasa percaya diri, dan juga meningkatkan pemahaman terhadap orang lain. Jadi, penting bagi seorang pemimpin untuk meluangkan waktunya nggak hanya untuk memahami orang lain, tetapi terlebih dahulu adalah untuk memahami diri sendiri. Apa yang perlu kita pahami dari diri kita sendiri? Misal saja, apa nilai-nilai yang kita anutnya (misalnya: kejujuran, kerja sama, tanggung jawab), apa kelemahan dan kelebihan diri kita, apa minat kita, apa tujuan kita dalam hidup, apa yang selama ini kita perjuangkan. Misalnya saja Bill Gates, raja bisnis dari Microsoft. Bill Gates sadar bahwa ia memang mempunyai banyak pengalaman dan minat yang tinggi di sisi teknis, tetapi masih kurang berpengalaman di sisi bisnis. Untuk itu, ia mengangkat orang lain untuk menangani sisi bisnis dari kerajaan bisnisnya, sementara ia tetap berkonsentrasi pada sisi teknologi yang menjadi minat dan keahliannya sejak awal. Ada berbagai cara yang bisa kita lakukan untuk memahami diri. Salah satu cara adalah melalui umpan balik dari orang lain (teman, sahabat, saudara, keluarga, senior). Namun, kita juga harus bisa memilah mana masukan yang bisa kita tindak lanjuti, mana yang kita dengar saja. Cara lain, adalah dengan melakukan pengamatan terhadap reaksi orang-orang di sekitar kita (sikap mereka, ucapan mereka, tindakan mereka) dalam berinteraksi dengan kita, karena tindakan orang lain terhadap kita, umumnya merupakan cerminan dari tindakan kita kepada mereka. Misalnya, jika kita mengasihi, maka orang lain juga cenderung mengasihi kita, jika kita menghormati pendapat orang lain, keputusan orang lain, maka sebaliknya orang lain juga akan cenderung menghormati pendapat dan keputusan kita. Salah satu cara untuk memahami diri sendiri adalah melakukan penilaian diri (self-assessment), dengan menjawab secara jujur pertanyaan berikut: Apakah saya memimpin dengan cara yang (jika saya menjadi bawahan) bersedia untuk dipimpin?
”Self-directing” Seorang pemimpin akan membawa orang yang dipimpinnya berangkat dari satu titik ke titik lainnya, atau dari satu kondisi ke kondisi yang dituju. Demikian pula dengan kepemimpinan diri, kita perlu menetapkan dengan jelas ke mana kita akan pergi (baca: tujuan hidup kita), sehingga kita bisa memimpin diri kita bergerak menuju tujuan hidup tersebut. Semakin jelas tujuan hidup yang ingin kita raih, akan menjadi lebih mudah bagi kita untuk memimpin diri meraih tujuan tersebut. Dalam hal ini penetapan visi dan misi pribadi menjadi sangat penting. Lalu bagaimana menentukan tujuan hidup? Setelah mengenal diri sendiri, tentu kita juga mengenal mimpi yang ingin kita wujudkan. Tanyakan pada diri Anda sendiri: Apa yang ingin saya capai dalam hidup ini? Apa yang menarik minat saya untuk saya perjuangkan dalam hidup ini? Salah satu contoh adalah Kartini yang memiliki mimpi agar wanita Indonesia juga bisa mengecap pendidikan yang sama dengan yang diberikan oleh mitra mereka, kaum pria. Mimpi inilah yang menjadi titik tolak dari semua keputusan, kegiatan, dan tindakan yang diambil Kartini dalam memimpin orang-orang di sekitarnya untuk bersama-sama mewujudkan mimpi tersebut.
”Self-managing” Setelah kita mengetahui dengan jelas apa yang ingin kita capai, langkah selanjutnya adalah mengelola diri kita untuk mencapai tujuan tersebut. Pengelolaan diri ini juga mempunyai langkah-langkah. Langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah menyusun tindakan-tindakan yang akan kita lakukan dalam skala prioritas: dari yang paling penting sampai yang kurang penting. Karena keterbatasan waktu, sarana, prasarana, kita tidak bisa melakukan semua yang ingin kita lakukan sekaligus. Kita perlu menentukan tindakan ataupun keputusan yang menjadi prioritas kita pada saat ini, dan mana yang akan dikerjakan kemudian. Tentunya selain menyusun rencana tindakan berdasarkan prioritas, langkah selanjutnya adalah dengan memperhitungkan waktu pelaksanaannya. Ada sebuah konsep menarik dari seorang ahli manajemen, yaitu konsep penting (yang dapat menunjang pencapaian tujuan hidup kita) dan genting (yang menuntut perhatian segera) dalam pengelolaan waktu. Banyak orang yang terperangkap hanya pada pelaksanaan tindakan yang genting saja (walaupun seringkali tidak penting), misalnya: seorang staf pemasaran sedang melakukan presentasi di depan calon pembeli tiba-tiba telepon genggamnya berdering, banyak orang cenderung menghentikan presentasi untuk mengangkat telepon (yang mungkin saja dari rekan sekerja yang menanyakan akan makan siang di mana hari itu). Hal yang perlu dilatih adalah mengelola kegiatan yang penting, tanpa menunggu kegiatan tersebut menjadi genting, karena biasanya dalam kondisi genting, kita banyak melakukan kesalahan yang sebenarnya bisa kita hindari. If you fail to plan, you plan to fail (Jika kita gagal membuat rencana, kita telah membuat rencana untuk gagal), begitu kata orang bijak. Jadi, yang perlu kita lakukan agar tidak terperangkap dalam suasana genting (namun seringkali tidak penting), adalah dengan membuat perencanaan terlebih dahulu sebelum melakukan suatu tindakan.
”Self-accomplishment” Setelah prioritas disusun dan jangka waktu penyelesaiannya diatur dengan baik, langkah selanjutnya adalah melaksanakan yang sudah direncanakan tersebut. Untuk itu kita perlu mengidentifikasi sarana, prasarana yang sudah ada dan yang perlu ditambah; keterampilan yang sudah kita kuasai yang dapat menunjang penyelesaian tindakan dan keterampilan yang masih harus kita pelajari untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya tujuan yang jelas, prioritas yang sudah disusun, serta rencana yang matang (dengan berbagai skenario kemungkinan), kita akan lebih siap untuk meraih cita-cita kita. Sekalipun ada hambatan yang harus kita hadapi, kita tidak khawatir lagi, karena berbagai hambatan tersebut sudah diantisipasi sebelumnya, dan kita pun sudah menyiapkan Rencana B (seandainya Skenario A gagal diwujudkan). Dalam mencapai sebuah cita-cita, kita perlu keyakinan dan komitmen yang tinggi. Dengan keyakinan diri yang tinggi untuk sukses, akan lebih mudah bagi kita untuk meyakinkan orang lain untuk berjuang juga. Dengan komitmen yang tinggi, kita tidak rentan terhadap godaan, hambatan, dan masalah, dan orang lain juga akan lebih percaya kepada kita sebagai pemimpin dengan melihat dedikasi kita pada tercapainya tujuan. Keyakinan yang teguh, serta komitmen yang tinggi perlu ditunjang dengan upaya pengembangan diri yang berkelanjutan. Tanpa meng-update diri terhadap perkembangan yang terjadi, terutama di seputar bidang yang kita perjuangkan, kita akan terlibas oleh perubahan yang mengikuti perkembangan tersebut.
Itu tadi cara-cara untuk mewujudkan kepemimpinan kita terhadap diri kita sendiri. Kita hanya perlu melakukan beberapa hal. Pertama, pahami diri untuk mengenal dengan baik nilai yang kita anut, keunggulan yang perlu dipertahankan ataupun ditingkatkan, dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Kita juga perlu memiliki visi dan misi pribadi agar kita tahu ke arah mana kita harus memimpin diri sendiri.
Selanjutnya adalah mengelola diri, terutama dalam menentukan prioritas dan memperhitungkan aspek waktu. Yang terakhir adalah memiliki keyakinan dan komitmen tinggi untuk meraih sukses yang telah dicita-citakan serta selalu mengembangkan kemampuan kita untuk meraih apa yang kita cita-citakan.
Ingat, kita semua pasti pernah dan akan berperan sebagai pemimpin: di tempat kerja, di keluarga, di masyarakat. Namun, sebelum memimpin orang lain, kita perlu memiliki kemampuan untuk memimpin diri sendiri. Pastikan bahwa Anda pun bisa memimpin diri sendiri terlebih dahulu. Semoga Anda selalu dalam kesuksesan!
Selanjutnya adalah mengelola diri, terutama dalam menentukan prioritas dan memperhitungkan aspek waktu. Yang terakhir adalah memiliki keyakinan dan komitmen tinggi untuk meraih sukses yang telah dicita-citakan serta selalu mengembangkan kemampuan kita untuk meraih apa yang kita cita-citakan.
Ingat, kita semua pasti pernah dan akan berperan sebagai pemimpin: di tempat kerja, di keluarga, di masyarakat. Namun, sebelum memimpin orang lain, kita perlu memiliki kemampuan untuk memimpin diri sendiri. Pastikan bahwa Anda pun bisa memimpin diri sendiri terlebih dahulu. Semoga Anda selalu dalam kesuksesan!
.:Menjadi Mahasiswa Plus:.
Mahasiswa tercatat dalam sejarah sebagai sekelompok pemuda yang bergerak untuk memperjuangkan hak rakyat tertindas. Pergerakan mahasiswa seringkali menjadi dinamisator dan memicu pergerakan rakyat yang mengharapkan perubahan menuju kehidupan yang menempatkan manusia sebagai manusia.
Saat ini, rakyat sudah pupus harapan kepada pemimpinnya karena sudah terlalu lama menjadi budak kemiskinan dan kebodohan. Sementara pemerintah kerapkali mengeluarkan kebijakan yang tidak memihak rakyat dan bahkan menyalahgunakan kewenangannya. Untuk itulah, mahasiswa memposisikan dirinya sebagai middle class yang mampu menjadi penyambung lidah antara rakyat dengan pemerintah.
Hakikatnya mahasiswa adalah bagian dari rakyat. Hanya saja terdapat beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa memiliki fungsi sosial yang berbeda dengan rakyat pada umumnya. Jiwa muda yang merasuki mahasiswa membuat manusia-manusia yang memiliki gelar tersebut menjadi sosok yang dinamis dan emosional dalam melakukan perjuangan. Perjuangan mahasiswa dilandasi oleh nilai yang tertanam dalam sanubarinya dan tertuang dalam bentuk idealisme. Selain itu kapasitas intelektual mahasiswa memberikan nilai tambah bagi daya juang mahasiswa.
Sumbu pergerakan mahasiswa adalah realita bangsa yang jauh dari kondisi ideal. Sedangkan percik api yang menyulut sumbu tersebut berasal dari kesadaran mahasiswa atas tanggung jawab sosialnya terhadap rakyat serta kemampuannya dalam berempati atas penderitaan rakyat. Manifestasi dari ledakan pergerakan ini adalah sebuah perubahan untuk mewujudkan masyarakat madani yang berkeadilan sosial dan sejahtera.
Cita-cita luhur perjuangan mahasiswa akan sulit tercapai jika tidak diisi dengan individu-individu mahasiswa yang unggul. Tanpa bermaksud mengindahkan ragam dimensi kemanusiaan insan mahasiswa, penulis mencoba merumuskan beberapa karakter mahasiswa unggul, yakni: empatik, berintegritas, berjiwa insan akademis, dan visioner.
Untuk menumbuhkan karakter empatik mahasiswa harus secara intensif berinteraksi dengan rakyat. Kemudian mahasiswa harus melihat bahkan merasakan langsung kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh rakyat. Namun tuntutan akademik yang ada selalu saja menjadi alasan atas keengganan mahasiswa untuk terlibat lebih jauh dalam agenda-agenda sosial. Institusi pendidikan tinggi seakan menjadi menara gading yang memisahkan kehidupan mahasiswa dengan rakyat. Teori-teori pendidikan seringkali hanya bersarang di otak mahasiswa tanpa diberdayagunakan untuk mendatangkan perbaikan bagi kehidupan bangsa. Mahasiswa hendaknya belajar dari realitas yang ada di luar ruang kuliah alih-alih sekedar dari buku ataupun slide presentasi. Dengan belajar dari realitas, mahasiswa dapat terpacu untuk merumuskan ataupun mengembangkan teori-teori yang solutif bagi problematika yang ada.
Sebagai guardian of value, mahasiswa memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi integritas diri. Tokoh keteladanan yang dibangun dengan integritas diri dapat menjamin proses regenerasi secara tidak langsung. Estafet pergerakan kemahasiswaan pun akan dapat mencapai garis finish-nya dengan kecepatan maksimum. Integritas diri mampu menghasilkan divergensi nilai kepada lingkungan sekitar termasuk rakyat. Namun sayangnya saat ini seringkali rakyat merasa kecewa akan ketidakjujuran mahasiswa dalam memegang teguh nilai-nilai yang dianutnya, terlebih lagi dengan adanya distorsi pengopinian oleh media massa mengenai anarkisme mahasiswa.
Jiwa insan akademis sepantasnya melekat secara inheren dalam diri mahasiswa. 15 tahun masa pendidikan yang ditempuh oleh individu sebelum menjadi mahasiswa, seharusnya menghantarkan individu tersebut kepada pola berpikir ilmiah. Pola pikir ini menuntut mahasiswa dalam merasionalisasikan kebenaran ilmiah berdasarkan mengabaikan kebenaran mutlak milik Dzat Yang Maha Mengetahui. Pola pikir ini juga dijadikan mahasiswa sebagai koridor untuk mengkritisi segala permasalahan yang ada serta kemudian memberikan solusi atas permasalah tersebut. Dalam menghadapi segala dinamika masalah yang ada saat ini dan mungkin muncul di masa datang, mahasiswa dituntut untuk menjadi pembelajar yang senantiasa mengembangkan potensi dirinya.
Tujuan kemahasiswaan tidak akan tercapai jika mahasiswa tidak mempunya visi yang jauh menembus masanya. Visi dapat memberikan energi kepada mahasiswa untuk terus bergerak mencapai tujuannya. Setiap aksi yang dilakukan mahasiswa akan menjadi serangkaian sinergi untuk membumikan visinya tersebut. Ketika mahasiswa melepaskan statusnya dan kemudian menceburkan diri pada realita kehidupan yang ada, seringkali idealismenya akan memudar. Namun dengan visi yang kuat, mahasiswa diharapkan dapat mempertemukan idealisme dengan realita. Jika individu mahasiswa menjadi birokrat, maka ia akan menjadi birokrat yang antri-korupsi dan bekerja dengan penuh tanggung jawab. Jika individu mahasiswa menjadi pengusaha, maka ia akan menjadi pengusaha yang tidak hanya mengeksploitasi modal untuk mengejar profit tapi juga mampu membangun komunitas masyarakat sekitarnya. Apapun peran yang akan dimainkannya nanti, ia akan selalu memegang teguh nilai-nilai yang selama ini dianutnya selama berkecimpung dalam kemahasiswaan untuk mewujudkan visinya.
sumber : http://kamayudi.wordpress.com/2008/09/20/mahasiswa-ideal/
.:Indonesia Negeri Sejuta Bencana:.
Bencana didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang disebabkan oleh proses alam atau ulah manusia yang dapat terjadi secara bertahap atau mendadak yang mengakibatkan kehilangan jiwa manusia, kerusakan dan kehilangan harta benda dan kerusakan lingkungan. Pemerintah Republik Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ada beberapa jenis bencana yang pernah terjadi di negara kita, antara lain; gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan dan kebakaran hutan, kebakaran, letusan gunung berapi, gelombang pasang, tsunami, wabah penyakit.
Dari beberapa bencana tersebut, kerugian material dan immaterial sudah tak terhitung jumlahnya. Tapi, bencana masih terus mengancam kita.
Celakanya, terkait rentetan multibencana ini, pemerintah dan rakyat negeri ini selalu saja terkesiap, tergagap, dan bingung mau berbuat apa. Kita selalu tanpa persiapan dalam menghadapi hal yang tak terduga ini. Tak dimungkiri, semua bencana itu bukan saja telah memorak-porandakan fisik, moral, dan mental masyarakat di berbagai daerah hingga menimbulkan kerugian materiil mencapai triliunan rupiah, tetapi juga membuat birokrasi di tingkat pemerintah daerah kian kelimpungan. Tak ada yang bisa menjamin dana penanggulangan bencana—yang jumlahnya puluhan triliun rupiah itu—bakal cukup digunakan untuk penanganan bencana hingga akhir tahun. Ya, kini serasa tak ada satu pun tempat di negeri ini yang bisa dikatakan ”aman” dari ancaman bencana. Bencana, seakan telah ”menahbiskan” dirinya dan menjelma sebagai ”kendaraan maut” yang setiap saat siap menjadi tumpangan sang maut untuk merenggut nyawa rakyat negeri ini. Sungguh ironis!
Secara geologis, negara kita dilalui oleh lempeng Eurasia, Australia dan Pasifik yang selalu bergerak. Pertemuan antar lempeng itu dalam jangka panjang akan menghimpun energi. Pada saat energi itu dilepaskan, maka terjadilah gempa bumi dengan atau tanpa potensi tsunami. Selain itu, negera kita juga memiliki sekitar 250 lebih gunung api aktif yang pada saat-saat tertentu dalam meletus dan menimbulkan bencana.
Dari serangkaian kejadian bencana alam maupun karena ulah manusia, kita bisa melakukan lesson learned, mengambil pelajaran untuk dipetik sebagai mana berikut:
- Pada umumnya, bencana terjadi pada saat kita dalam keadaan tidak siap. Bisa pada malam hari, tengah malam atau dinihari, atau bahkan di siang bolong di saat masyarakat sedang konsentrasi ke pekerjaan.
- Situasi tidak siap bisa karena soal waktu, bisa karena masalah ketidaksiapan yang bersifat tehnis karena memang tidak memiliki pengetahuan tentang kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Ini antara lain karena faktor pemahaman bahwa bencana itu takdir. Padahal, bencana bukan sekedar takdir.
- Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, perlu didukung oleh semua elemen masyarakat, terutama pemerintah sebagai policy maker dengan menyediakan sumber daya manusia dalam penanggulangan bencana dan sumber dananya sekaligus.
- Dalam skala yang terjangkau langkah-langkah tersebut untuk melindungi masyarakat saat bencana terjadi meliputi; pengelolaan tanggap darurat dan rekonstruksi atau rehabilitasi pasca bencana dengan tetap memperhatikan kearifan local. Bagaimana bencana tidak menjadi lahan “rebutan pemiliki bendera tertentu”, maka perlu melakukan pemberdayaan masyarakat, khususnya di daerah-daerah rawan bencana.
- Pemberdayaan masyarakat meliputi; pelatihan-pelatihan gladi penanggulangan bencana, dapur umum, evakuasi, taruna siaga bencana, untuk tujuan yang lebih komprehensif; yaitu, bahwa bencana tidak bisa diprediksi kedatangannya, namun bisa dikurangi resikonya, baik korban jiwa maupun harta benda.
- Bencana dan resikonya merupakan dua sisi mata uang yang bersifat dinamis. Satu bencana bisa mengakibatkan risiko terjadinya bencana lain; banjir menyebabkan datangnya wabah penyakit. Disini perlu dilakukan mitigasi bencana secara terus menerus sehingga meskipun bencana tidak bisa dicegah, namun resikonya bisa ditekan sedemikian rupa setelah melalui rangkain tahapan sesuai amanat undang-undang nomor 24 tahun 2007.
Terkait bencana alam yang akhir-akhir ini kian ”akrab” dengan kita, fenomena itu harus disikapi secara arif oleh seluruh warga, terlebih oleh para pemimpin bangsa. Terlepas dari situasi itu, secara gamblang dapat kita lihat bahwa ternyata negeri ini amat rawan dilanda bencana. Mau tak mau, setiap bencana haruslah dihadapi karena kita tidak bisa menghindarinya. Menurut konsep ”pisau bedah” Kluckhohn, hidup bisa dilihat dalam tiga dimensi, yaitu: buruk, baik, atau buruk tetapi bisa diubah menjadi baik. Dengan cara pandang menggunakan dimensi ini maka perilaku terhadap bencana bisa dirumuskan.
Dalam konteks bencana gempa bumi, banjir, dan bencana-bencana lainnya, tak ada salahnya jika kita belajar pada negara Jepang. Jika kita cermati, baik dari segi geografis maupun kondisi geologisnya, Jepang adalah negara dengan keadaan yang hampir sama—bahkan lebih parah dari Indonesia. Berbagai potensi bencana ada di sana. Gempa, bangunan ambruk, banjir, badai, dan tanah longsor, terjadi di setiap titik pulau yang dihuni manusia.
Namun, justru dari kondisi itulah mereka kemudian bangkit dan melakukan sesuatu. Berbagai riset terkait bencana (riset kegempaan, geologis, efek runtuhan, banjir, dan tanah longsor) dilakukan, yang kemudian dimodifikasikan pada seluruh infrastruktur kehidupan mereka guna beradaptasi dengan berbagai bencana tersebut. Kurikulum mengenai cara bergerak (moving) ketika berbagai bencana terjadi juga diajarkan di sekolah-sekolah mereka.
Cara pikir inilah yang disebut sebagai reframing (pengembalian cara pandang). Frame—cara pandang—lama yang memandang bencana adalah takdir dan nasib, dapat diubah dengan frame baru yang memandang dengan cara baru pula bahwa bencana dapat kita antisipasi.
Dengan itulah, proses reframing akan menjadi perubahan yang menyeluruh dalam hidup kita, yaitu meski bencana bisa terjadi setiap menit sekalipun, kita tetap bisa bertahan hidup karena kita sudah mempersiapkan diri jauh sebelumnya.
Sekali lagi, harus selalu kita ingat bahwa saat ini kita tinggal di Indonesia, negeri yang selalu diancam dan ”diintai” oleh berbagai bencana, baik sekarang, nanti, dan masa-masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar