Kamis, 11 Oktober 2012

Perlakuan Akuntansi Atas Properti

Properti yang ditekankan dalam akuntansi kali ini adalah properti investasi, yaitu properti yang dimiliki entitas untuk memperoleh pendapatan sewa dan/atau apresiasi modal. Properti investasi ini diharapkan memberikan sebagian besar arus kas masuk yang secara independen dari aset lain. Properti investasi tidak dimaksudkan untuk menghasilkan barang dan jasa ataupun untuk kegiatan administrasi. Contoh dari properti investasi ini adalah jika suatu entitas menyediakan jasa kepada penghuni maka dapat digolongkan sebagai properti investasi. Properti yang dimiliki oleh penyewa dengan perjanjian sewa operasi operasi mungkin adalah properti investasi jika dinyatakan memenuhi definisi properti investasi dan penyewa mengakuinya berdasarkan nilai wajar.
Properti yang ditempati pemilik adalah properti yang dimiliki oleh pemiliknya untuk tujuan produktif sendiri seperti administrasi dan produksi barang dan jasa. Sedangkan properti investasi sendiri diakui oleh penyewa dan dilaporkan dalam laporan keuangannya.
Ketika pada awal pengakuan properti investasi, entitas dapat membebankan biaya misalnya untuk memperoleh properti, biaya transaksi seperti biaya pajak dan legal, serta biaya selanjutnya untuk ditambahkan. Jika entitas melakukan pergantian bagian dari properti, maka entitas harus menilai ulang atas pengakuan yang merupakan bagian yang telah diganti tersebut. Jika harga properti tersebut ditangguhkan, mencatat sesuai biaya yang setara dengan harga tunai, dan mencatat selisih antara jumlah dan pembayaran yang ditangguhkan sebagai beban bungan selama periode kredit.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau selanjutnya disebut PSAK sebenarnya telah menyatakan suatu standar mengenai properti investasi yaitu pada PSAK No.13 (Revisi 2007). PSAK tersebut memberikan definisi mengenai properti investasi yaitu tanah, bangunan atau bagian dari bangunan, atau keduanya, yang dikuasai oleh entitas (atau lessee melalui finance lease) untuk mendapat rental atau capital gain, atau kedua-duanya, dan tidak untuk:
a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau
b. Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Apabila kita lihat dari definisi diatas dapat diketahui bahwa properti investasi adalah bagian dari aset yang tidak digunakan sendiri oleh pemiliknya. Properti investasi sendiri dapat dimiliki/dikuasai dengan cara kepemilikan, financial lease, operating lease. Kadang entitas menyediakan jasa di properti yang disewakannya. Kalau nilai jasa ini tidak signifikan dibandingkan nilai perjanjian sewa secara keseluruhan, maka properti diperlakukan sebagai properti investasi. Pernyataan ini menjelaskan salah satu syarat dari properti investasi yaitu, aliran kas (cash-flow) yang dihasilkan dari properti investasi ini dapat diatribusikan langsung (directly attributable) ke properti investasi tersebut. Sebagai contoh, gedung yang disewakan menghasilkan aliran masuk kas. Kas yang dihasilkan dapat diatribusikan langsung ke gedung tersebut. Namun, gedung yang disewakan ditambah jasa-jasa lain (seperti misalnya, jasa layanan kamar, resepsionis, kebersihan, dan kemananan), aliran kas yang dihasilkan tidak dapat diatribusikan langsung ke gedung karena aliran kas tersebut juga berasal dari jasa-jasa lain. Kecuali nilai jasa-jasa tersebut signifikan, properti tersebut diakui sebagai properti investasi.
Pengakuan dari properti investasi yaitu diakui sebagai asset properti investasi jika dan hanya jika besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan dari asset yang tergolong properti investasi akan mengalir ke dalam entitas, dan biaya perolehan properti investasi dapat diukur dengan handal.
Properti investasi pada awalnya diukur sebesar harga perolehannya, biaya transaksi termasuk dalam pengukuran tersebut. Biaya perolehan awal hak atas properti investasi yang dikuasai dengan cara sewa dan dikelompokan sebagai properti investasi yang harus dicatat sebagai sewa pembiayaan seperti diatur paragraf 16 dalam PSAK 30: Sewa, dalam hal ini aset harus diakui pada jumlah mana yang lebih rendah antara nilai wajar dan nilai kini dari pembayaran sewa minimum. Jumlah yang setara harus diakui sebagai kewajiban sesuai dengan ketentuan paragraf yang sama.
Dalam pengukuran setelah pengakuan awal, entitas dapat memilih mengukur dengan menggunakan fair value atau cost model. Hal yang dikecualikan dari hal tersebut adalah ketika properti investasi tersebut dikuasai melalui operating lease, menggunakan fair value atas property interestnya.
Ada beberapa keadaan mengenai transfer properti investasi yaitu:
a. Bila aset kemudian dipakai sendiri: transfer dari properti investasi ke aset tetap.
b. Bila kemudian dijual untuk usaha: transfer dari properti investasi ke sediaan.
c. Bila tidak dipakai sendiri lagi: transfer dari aset tetap ke properti investasi.
d. Bila kemudian disewakan: transfer dari aset tetap ke properti investasi
e. Bila berakhir masa konstruksi untuk aset yang kemudian tidak digunakan sendiri: aset tetap ke properti investasi.
Pengukuran Transfer terdapat beberapa kondisi yang harus dipenuhi yaitu jika tidak menggunakan fair value maka transfer ke sediaan menggunakan lower of cost or NRV dan/atau transfer ke aset tetap menggunakan cost dikurangi akumulasi depresiasi dan impairment loss. Jika menggunakan fair value model maka transfer ke aset tetap menggunakan fair value, dan/atau transfer dari sediaan menggunakan fair value, pengukuran ulang masuk ke laba rugi, dan/atau transfer dari aset dalam konstruksi, menggunakan fair value, pengukuran ulang masuk ke laba rugi.
Pada saat aset mengalami Disposal maka Properti investasi tidak diakui lagi di laporan keuangan – kalau tidak ada benefit yang diharapkan di masa datang atau dilepas. Gain/loss hasil dari net disposal dan nilai bawaan diakui di laba rugi. Kecuali PSAK 30 mensyaratkan lain dalam lease & lease back). Selain itu, Kompensasi dari pihak ketiga sehubungan dengan penurunan nilai, kehilangan atau pengembalian properti investasi harus diakui dalam laba atau rugi ketika kompensasi tersebut menjadi piutang.


Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/09/20/perlakuan-akuntansi-atas-properti/

Etika Akuntan (Studi Kasus PT Kimia Farma)

PERMASALAHAN
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
PEMBAHASAN
Dalam permasalahan kasus diatas, KAP Hans Tuanakota dan Mustofa (HTM) selaku auditor eksternal yang diberi penugasan audit laporan keuangan sudah jelas dikatakan bersalah. Hal tersebut walaupun HTM sudah berdalih melaksanakan audit sesuai prosedur yang ditetapkan, HTM dikatakan lalai dalam membaca dan memeriksa laporan keungan manajemen sehingga HTM tidak mampu mendeteksi laporan keuangan tersebut apakah mengandung unsur kecurangan atau tidak.
HTM dengan segala pembelaannya yang berdalih bahwa penugasan audit dikatakan telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan ternyata tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. HTM terbukti melanggar SPAP SA 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Selain itu, dalam paragraf 2 SPAP SA 110 mengatur bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memeroleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan. Dalam kasus ini, sudah jelas dapat dikatakan bahwa kualitas audit yang dihasilkan HTM sangat kurang sehingga mampu meloloskan kecurangan yang berbentuk penggelembungan laba yang nilainya sangat material dan mampu menyesatkan para pembaca laporan keuangannya.
Penggelembungan laba yang dilakukan oleh klien dalam kasus ini adalah manajemen PT Kimia Farma Tbk seharusnya dapat diantisipasi dari awal mula perikatan akan dijalin dengan KAP HTM tersebut atau pada audit pertama untuk laporan keuangan periode Desember 2001. Sesuai dengan kode etik profesi akuntan publik, sebenarnya telah mengatur etika akuntan publik untuk menjamin bahwa akuntan publik harus memiliki kompetensi dalam melakukan pekerjaan auditnya.
Dalam kode etik Profesi Akuntan Publik Seksi 130 menyebutkan bahwa prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap praktisi untuk; a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan b. Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan seksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. HTM dalam kasus ini dengan jelas melanggar kode etik yang berlaku tersebut karena gagal menerapkan standar profesi khususnya SPAP SA 110 sehingga jasa yang dihasilkan tidak mengandung substansi kompetensi auditor yang harusnya mencakup dan mampu mendeteksi penggelembungan laba yang sangat material dari awal.
Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional sangat menentukan kualitas audit yang dihasilkan. Hal tersebut dikaitkan dengan kehandalan dari laporan audit yang dihasilkan akan menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan. Laporan audit yang menyesatkan dapat memberikan dampak buruk kepada para pemakai laporannya dan hasil keputusan yang mereka buat.
Laporan keuangan yang diterbitkan PT Kimia Farma Tbk per 31 Desember 2001 dan disajikan kembali 3 Oktober 2002 setelah di audit oleh HTM menuai kontroversi dan mengakibatkan overstated. HTM dinyatakan lalai, hal tersebut dikarenakan ketidakhati-hatiannya dalam menyatakan sampel audit sehingga mampu meloloskan beberapa salah saji material. Akibatnya, sesuai UU Pasar Modal tahun 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Hal tersebut yang menjerat Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
KESIMPULAN
Setiap auditor independen yang melakukan jasa audit terhadap kliennya dituntut untuk melaksanakan kegiatannya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan sebelumnya yang berlandaskan pada SPAP. Memiliki kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional merupakan salah satu kewajiban etis yang harus dimiliki oleh profesi akuntan. Hal tersebut untuk mendukung kualitas audit yang dihasilkan auditor agar tidak terjadi lolosnya salah saji material yang kemudian akan menyesatkan para pemakai laporan keuangan auditan atau pun akan menciptakan dampak ketidakpercayaan publik terhadap jasa audit yang kompeten.


Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/07/07/etika-akuntan-studi-kasus-pt-kimia-farma/

Etika Akuntan Dalam Manajemen Laba

Apakah manajemen laba merupakan tindakan yang sesuai etika bagi akuntan dan manajemen?
Jawab:
Manajemen laba merupakan suatu hal yang kontroversial bagi dunia bisnis dan dunia akuntansi. Persoalan dalam praktik manajemen laba dimulai ketika manajemen laba tersebut membawa pengaruh negatif dan cenderung menyesatkan informasi dalam pelaporan keuangannya. Hal tersebut menyebabkan adanya suatu pelanggaran terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan. Manajemen bagi manajer suatu perusahaan memungkinkan dapat memicu terjadinya bahaya moral karena manajemen mempunyai informasi asimetri yang bersifat “lebih” didalam lingkup internal perusahaan sehingga membuat manajemen memiliki banyak kesempatan dalam mengelola informasi juga manajer bisa dengan leluasa memilih metode yang dapat disesuaikan dengan kebijakan yang lebih menguntungkan manajerial bahkan selain itu dapat juga cenderung mendorong kearah ilegal. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kaplan (2001), bukti bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh manajer dibuktikan dalam penelitian Healy (1985) dan Angelo (1988). Dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan hal yang melanggar etika bisnis dalam jajaran manajemen.

Praktik manajemen laba dalam perspektif akuntan menjelaskan bahwa dalam praktiknya, manajemen laba yang dilakukan dengan memillih metode yang diterima umum dengan perhitungan rasional yang membuat manajer memilih suatu kebijakan mana yang dipakai dan lebih menguntungkan. Hal tersebut membuat seorang akuntan selain memiliki keahlian dan kemampuan, akuntan juga harus memiliki karakter yang kuat. Karakter yang kuat menentukan tingkat seorang akuntan dalam memegang teguh etika dimana akuntan harus melindungi kepentingan publik. Manajemen laba dalam praktinya seperti yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya merupakan hal yang melanggar etika bisnis karena ada indikasi bahaya moral yang dapat menyesatkan pelaporan keuangan atau ada indikasi manajemen lebih mengutamakan kepentingan individual atau kelompok tertentu daripada masyarakat umum yang mempunyai kepentingannya. Hal tersebut jelas dalam sisi akuntan bahwa kepentingan publik adalah tujuan utama sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan sesuatu yang melanggar etika bagi akuntan karena akuntan tidak hanya semata-mata ahli dan mampu dalam memberikan pendapat dan solusi kebijakan yang berlandaskan Prinsip Akuntansi Berterima Umum kepada manajemen akan tetapi harus tetap memegang teguh melindungi kepentingan publik.

Analisis : Manajemen laba menjadi halo yyg kontroversial di dunia bisnis dan akuntansi karena dalam praktik manajemen laba dimulai ketika manajemen laba tersebut membawa pengaruh negatif dan cenderung menyesatkan informasi dalam pelaporan keuangannya. Hal tersebut menyebabkan adanya suatu pelanggaran terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan. Jadi kesimpulannya bahwa praktik manajemen laba merupakan sesuatu yang melanggar etika bagi akuntan karena akuntan tidak hanya semata-mata ahli dan mampu dalam memberikan pendapat dan solusi kebijakan yang berlandaskan Prinsip Akuntansi Berterima Umum kepada manajemen akan tetapi harus tetap memegang teguh melindungi kepentingan publik.

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/07/13/etika-akuntan-dalam-manajemen-laba/

Akuntansi Pertanggungjawaban

Akuntansi pertanggungjawaban digunakan utuk mengukur  performa bagi seseorang dan departmen untuk mencapai tujuan bersama. Sistem akuntansi pertanggungjawaban biasanya membentuk pusat pertanggungjawaban yaitu sub unit dalam suatu organisasi. Pusat pertanggungjawaban berbagi menjadi 4, yaitu pusat biaya, pendapatan, laba, dan investasi. Contoh perusahaan mobil mempunyai divisi pengecetan, itulah yang disebut pusat biaya dimana hanya bertanggungjawab pada pengeluaran biaya. Pada perusahaan penerbangan, divisi penjualan tiket adalah pusat pendapatan yang dimana hanya bertanggungjawab pada penerimaan. Restauran harus membeli bahan makanan dan melayani konsumen dan ini lah yang dimaksu d pusat laba (pendapatan-biaya). Perusahaan/divisi suatu perusahaan yang memiliki tanggung jawab terhadap kontrol laba dan penginvestasian modal kerja. Contoh bank memiliki bagian PSDM, komputer dan sejenisnya adalah pusat biaya, kemudian memiliki produk deposito,kartu kredit, dan sejenisnya itulah pusat penerimaan. Selain itu, memiliki bagian kredit salah satunya tersebut merupakan psat laba. Apabila memiliki bagian finance, asuransi, dan anak perusahaan yang berdiri sendiri itulah yang disebut pusat investasi.
Laporan kinerja akuntansi pertanggungjawaban disusun dari bagian sub unit menuju divisi menuju perusahaan utama. Hal tersebut harus didasarkan pada hirearki. Laporan tersebut didasarkan pada anggarannya dibandingkan dengan aktual yang dicapai dari setiap elemen perusahaannya.
Dalam akuntansi pertanggungjawaban terkadang ditemukan biaya bersama, cara penyelesaian atau penelusuran biaya bersama tersebut adalah dengan pembagian yang masuk akal dengan berbagai metode, misal dengan ABC.
Perilaku sangat berpengaruh bagi akuntansi pertanggungjawaban, biasanya perilaku manajerial yang sangat mempengaruhi misalnya target dari setiap manajerial, konflik divisional, saling memotivasi agar selalu unggul.
Laporan laba rugi yang disajikan persegmen disebut Segmented Reporting. Laporan yang memiliki hierarki taraf utama perusahaan biasanya laporan tersebutlah yang  dilaporkan ke publik sedangkan laporan tiap divisi dan sub-bagian tidak dipublikasikan dan hanya bersifat internal.
TQM didasarkan dari grade, desain, dan conformance. Biaya kualitas ada 4,; biaya prevention untuk mencegah kegagalan produksi  yaitu dilakukan sebelum proses produksi itu terjad misal biaya training karyawan bagian produksi, biaya appraisal juga dilakukan untuk mencegah kegagalan yaitu ketika proses produksi itu terjadi. Biaya kegagalan internal ialah dimana biaya tersebut terjadi sebelum sampai pelanggan, apabila  barang sudah sampai pada pelanggan dan mengajukan garansi maka itulah yang disebut biaya kegagalan eksternal. Dari ke empat biaya tersebut biasanya yang menjadi Control Cost adalah biaya prevention dan appraisal karena jika dilogikakan bila biaya prevention dan appraisal efektif maka biaya kegagalan internal dan eksternal dapat minimal. Biaya kesempatan terjadi jika terlalu banyaknya kegagalan dan menyebabkan pelanggan lari sehingga biaya tersebut tidak dapat dinyatakan dalam moneter.
Biaya manajemen dalam lingkungan biasanya atas asumsi tanggung jawab manajerial bila bersifat lingkungan privat dan menjadi asumsi tanggung jawab publik apabila bersifat lingkungan sosial.


Analisis : Jadi seorang akuntan harus bisa bertanggung jawab atas perkerjaannya sesuai dengan tugas yg diberikan kepadanya. Contoh perusahaan mobil mempunyai divisi pengecetan, itulah yang disebut pusat biaya dimana hanya bertanggungjawab pada pengeluaran biaya. Pada perusahaan penerbangan, divisi penjualan tiket adalah pusat pendapatan yang dimana hanya bertanggungjawab pada penerimaan. Restauran harus membeli bahan makanan dan melayani konsumen dan ini lah yang dimaksu d pusat laba (pendapatan-biaya). Perusahaan/divisi suatu perusahaan yang memiliki tanggung jawab terhadap kontrol laba dan penginvestasian modal kerja. Contoh bank memiliki bagian PSDM, komputer dan sejenisnya adalah pusat biaya, kemudian memiliki produk deposito,kartu kredit, dan sejenisnya itulah pusat penerimaan. Selain itu, memiliki bagian kredit salah satunya tersebut merupakan psat laba. Apabila memiliki bagian finance, asuransi, dan anak perusahaan yang berdiri sendiri itulah yang disebut pusat investasi.

Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2011/11/13/akuntansi-pertanggungjawaban/

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Atas Properti

Peraturan dan perundang-undangan perpajakan telah mengatur suatu pajak yang meliputi penjualan mengenai barang yang tergolong mewah yaitu Pajak Penjualan Barang Mewah atau selanjutnya disebut PPnBM. Properti yang tergolong barang mewah juga akan dikenakan PPnBM dengan besaran tarif tertentu sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Ada beberapa pengecualian tidak dipungutnya suatu PPnBM atas barang yang tergolong mewah salah satunya menurut Pasal 1 Keputusan Presiden nomor 96 Tahun 1993 tanggal 23 Oktober 1993 menegaskan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari Daerah Pabean Indonesia lainnya kepada PKP di Kawasan Berikat (KB) atau Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE) untuk diolah lebih lanjut, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terutang tidak dipungut.
Menurut PMK No. 103/PMK.03/2009, Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dikenakan PPnBM 20%. Yaitu:
a) Rumah dan town house dari jenis non strata title, dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih.
b) Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih.

Analisis : menurut PMK No. 103/PMK.03/2009 kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dikenakan PPnBM 20%. Menurut pendapat saya, saya sangat setuju dengan undang-undang ini karena hal ini dapat membantu pemerintah mendapatka profit yang tinggi atas pajak barang-barang mewah.

Sumber : Sumber : http://accounting1st.wordpress.com/2012/09/20/pajak-penjualan-atas-barang-mewah-ppnbm-atas-properti/